Kamis, 09 Mei 2013

SEMALAM DI MELAKA (MALAYSIA)


“berjalanlah di muka bumi...maka kau akan menemukan kebijaksanaan”


Setelah lama tidak menulis, kali ini saya sangat excited buat berbagi kisah ke temen2 lagi. Masih tentang jalan-jalan. Entah kenapa, sampai saat ini passion saya travelling mulu’. Hehehe... Travelling yang terakhir saya tulis adalah tentang Singapura. Masih ada hutang buat berbagi tentang Melaka (Malaysia) dan Jepang. Luar biasa, saya diberi kesempatan oleh Allah buat berjalan di muka buminya. Luar biasa!
Ok,well...biasanya saya suka travelling ala backpacker alias irit-iritan. Karena, tujuan saya untuk pergi ke suatu tempat itu adalah belajar...belajar budayanya, belajar bagaimana hidup di daerah itu, dan belajar untuk mengerem hawa nafsu (#shopping!). haha...
Setelah saya diberi kesempatan yang ke-2 untuk mengunjungi lagi negeri singa itu...saya memutuskan buat extend yah dengan uang seadanya. Dengan partner perjalanan saya, Teteh Wida (Urang Bandung) dan Nguyen Thi Ngan Ha (Vietnamese), kami akhirnya memilih ke negeri tetangga untuk explore lebih tentang dunia ini J. Negeri itu adalah...jengjengjeng...Malaysia! Karena jaraknya yang sangat dekat dengan Singapura, ga berasa kami udah di luar negeri lagi. Hehe... Tujuan kami adalah Melaka, negeri yang memiliki populasi muslim yang mayoritas dan bangsa Melayu. Hikmahnya, kami bisa pake bahasa Indonesia lagi dengan mereka dan subhanallah...saya dapat mendengar adzan lagi. Karena seperti yang saya tulis di tulisan tentang Singapura, disana tidak diperbolehkan mengumandangkan adzan. Kali pertama sampai disana adalah ashar waktu Melaka. Oh ya, anyway...kami menggunakan bus Singapura-Malaysia (Johor Bahru) kemudian dari sana nyambung bus Johor Bahru-Melaka. Cukup murah untuk perjalanan itu. Singapura-Johor Bahru hanya sekitar Sin$ 2 atau kira-kira Rp 15.000 dan Johor Bahru-Melaka RM 20 atau sekitar Rp 60.000. Sesampainya di terminal, yang pertama kami cari adalah tourist center untuk hunting peta dan penginapan. Tapiiii...ternyata sama kayak kebanyakan kota di Indonesia, tourist center disana tidak aktif dan kita belum sempat mencetak peta. Jadilah kami benar-benar seperti orang ilang atau turis nyasar. Hehe... Kami adalah sasaran empuk buat sopir-sopir taksi menawarkan jasa mereka. Yah, apa mau dikata. Cuma berdoa aja, semoga ga kayak kebanyakan taksi di Indo yang suka nipu tarif. Alhamdulillah, sopirnya baik dan sepertinya budaya tipu tarif itu benar-benar dijaga ketat oleh mereka. Oleh Pak Cik yang baik hati itu, kami diantarkan ke hostel yang sesuai dengan keinginan kami. Murah dan ga ada tempat maksiatnya J...Hostel itu bernama, Hotel Mesra Mutiara. Walaupun dari namanya agak aneh, tapi dalemnya so good. Yang punya muslim dan fasilitasnya sangat memadai...even no TV no AC! It’s enough! J
Menjajaki bumi Malaysia ini saya kembali harus diingatkan bahwa setiap perjalanan sejatinya adalah sebuah cerita. Penggalan kisah mengenai budaya negeri tersebut yang kemudian menambah kebijaksanaan kita dalam memandang kehidupan. Wussh...wushh..kok jadi berat ya? Hehe.. Oke, baiklah...perjalanan di Melaka kita mulai.
Setelah kami check in di hostel murah meriah tersebut, tak mau kehilangan waktu kami langsung menuju tempat-tempat wisata di sekitar hostel. Kebetulan memang hostel kami berjarak sangat dekat dengan pusat pariwisata dan jantung kota Melaka tersebut. Kami berjalan menyusuri jalanan sekitar Dataran Palawan. Nama sebuah mall yang terbilang cukup besar untuk daerah yang se-“damai” Melaka (kalau tidak mau dibilang cukup sepi,hehe). Kami langsung menuju mall tersebut untuk sekedar membeli minuman dan menukarkan uang Ringgit. Alhamdulillah...sesuatu yang tak disangka sebelumnya, bahwa kami (khususnya saya dan Teh Wida) dapat menemukan sebuah mushola, bahkan terpisah antara laki-laki dan perempuan. Sungguh, sebuah karunia yang besar setelah 1 minggu lebih kami tidak dapat mendengar adzan di negeri Singa, jadi yah mending-mending nemu musholla dalam mall. Hehe.. Untuk ukuran sebuah musholla dalam mall, musholla ini sangat memadai. Bahkan di dinding-dinding luarnya terdapat poster-poster bertuliskan syahadat, gerakan sholat, bahkan nama nabi-nabi. Sejurus melihat tulisan-tulisan tersebut, teman Vietnam saya (Ha) spontan bertanya apa maksud gambar dan tulisan dalam poster-poster tersebut. Saya kemudian menjelaskan dengan bahasa dan logika orang awam mengenai ajaran Islam. Yah, semoga suatu saat ... J (diisi sendiri,hehe). Setelah pembicaraan cukup serius tersebut, kami melanjutkan perjalanan ke objek peninggalan sejarah zaman penjajahan Portugis di Melaka. Tempat itu bernama A Famosa. Susunan bangunan yang menyerupai benteng ini berdiri kokoh di tengah hiruk-pikuk kota Melaka. Temboknya yang menghitam dan beberapa retak di bagian-bagiannya, menjadi penanda usia bangunan tersebut. Disambut 2 buah meriam kecil di depannya, kita dapat mengabadikan kenangan yang eksotis di bagian depan bangunan tersebut.

A Famousa


Memasuki bangunan ini jiwa kita seakan terseret ke beratus masa silam. Dimana bangunan yang kita masuki ini dulunya adalah benteng pertahanan Portugis di Selat Melaka. Terus memasuki bangunannya kita akan menemui jalan menanjak berupa anak-anak tangga. Anak-anak tangga itu menjulur mendaki menuju sebuah bangunan lain di bukit belakang benteng. Tempat ini bernama St.Paul’s Hill. Rupa bangunan ini mirip dengan gereja. Kami berkesimpulan seperti itu setelah melihat adanya sebuah patung Kristus besar di bagian atas serta beberapa pualam yang bertuliskan beberapa nama raja penampuk pemerintahan yang bersandar pada dinding-dinding bangunan. Tempatnya mirip altar yang sudah termakan usia.


St. Paul's Hill


Sebuah kebetulan mungkin, kami menemui seorang pengamen yang berdendang di bawah patung Kristus. Ditemani matahari yang semakin enggan untuk bersinar, jadilah senja itu sangat eksotis dan sampai saat ini saya masih bisa merasakan hembusan angin dan hangatnya udara senja kota itu.
Karena hari telah menjelang maghrib, kami memutuskan kembali ke penginapan. Jalan menuju penginapan pun sangat eksotis. Walaupun tidak ada bangunan yang cukup spesial, namun suasana yang terbangun senja itu sungguh luar biasa. Melewati lapangan Dataran Palawan kami sempat berhenti sejenak. Sembari duduk-duduk dan berbaring sekenanya. Tak lupa kami membeli Slurpy di 7Eleven (ini pertama kalinya saya minum Slurpy..haha,confession!). Setiba di penginapan, saya dan teh Wida langsung bersih-bersih dan mengambil air wudhu untuk sholat Maghrib. Agenda selanjutnya tentu saja cari makan malam khas Malaysia. Oh ya, buat tambahan...kota ini sudah sepi saat matahari terbenam. Sebagai turis asing, kami tidak berani untuk jalan jauh dari penginapan...walau muslim di negara ini lebih banyak dibanding Singapura. Jadilah kami menemukan rumah makan di depan penginapan. Menu yang terpilih adalah Ikan Asam Pedas. Wuiiih...mantabnyaaa tak tertahankan. Ditemani segelas besar teh tarik dan juga oseng kacang panjang+telur dadar. Feels like home, hehe. Ini nih kenampakan si Asam Pedas.


Ikan Asam Pedas+Nasi Oseng Kacang+Telur Dadar


Untuk orang Sumatera, mungkin kuliner ini tak asing lagi. Mereka biasa menyebutnya dengan asam pade. Sama-sama masakan Melayu lah yaa J
Perjalanan ke Melaka ini merupakan perjalanan yang sangat singkat. Kami hanya menikmati 1 kali matahari terbenam di negara ini. Keesokan harinya, dengan mengejar dan memanfaatkan waktu yang kami punya, kami langsung menuju objek berikutnya. Belajar budaya Melaka yang selanjutnya. Dalam perjalanan dari penginapan menuju objek berikutnya, kita dapat melihat Menara Taming Sari. Dari kejauhan mirip Tokyo Tower,hehe..Tujuan kali ini tak lain adalah icon Melaka yaitu Jam Merah. Sebuah menara penunjuk waktu dengan jam dinding di keempat sisinya. Di dekatnya, dengan warna cat yang sama dengan jam “gadang” tersebut, berdiri sebuah bangunan yang diberi nama Red Building atau Stadthuys. Bangunan ini merupakan bangunan tertua peninggalan Belanda di Asia Tenggara. Sekaligus, bangunan ini pula satu-satunya peninggalan bangsa kompeni di Melaka. Bangunan ini merupakan museum yang berisi berbagai macam dokumentasi serta benda-benda sejarah zaman penjajahan.
Satu hal yang tidak saya sangka pula, di dalam museum ini kami menemukan sebuah lembaga sosial Malaysia yang sedang menggalang dana dan simpati untuk warga Palestina. Mereka membuat pameran yang berisikan diorama mengenai pembantaian warga muslim Palestina oleh zionis Israel. Terharu. Begitu pula dengan teman non-muslim saya. Bagaimana pun, terlepas dari masalah agama, konflik kemanusiaan itu pasti akan mengusik nurani orang-orang baik di muka bumi ini. Hanya manusia yang sudah membatu hatinya yang tega melakukan pembantaian kemanusiaan tersebut. Huft...lengkap sudah perjalanan memutari bangunan ini.


Red Building


Keluar dari Stadthuys, kita akan menjumpai Gereja St. Peter yang berdampingan dengan Melaka Art Gallery. Sayangnya kami tidak sempat untuk memasuki dua bangunan ini. Namun, di halaman bangunan ini saya bertemu dan berbincang dengan seorang laki-laki tua penarik Beca wisata. Saya tidak tahu nama aslinya, jadi saya panggil dia dengan sapaan akrab Pak Cik yang berarti Paman. Satu hal yang menarik, Pak Cik ini lahir di Jakarta. Dia menceritakan Jakarta zaman dahulu kala. Di saat Jakarta belum menjadi seperti sekarang; banjir, macet, dan panas. Namun kenangannya tentang Jakarta hanya sebatas itu saja. Ia belum mempunyai kesempatan untuk berkunjung ke tanah kelahirannya lagi. Salam,Pak Cik...semoga Indonesia selalu mendapatkan posisi yang terbaik di hatimu J
Selepas mengabadikan beberapa foto, termasuk berfoto bersama Pak Cik, kami melanjutkan pelancongan ke Melaka River Cruise. Sayang budget kami, yang notabene backpacker style, tidak kuat untuk sekedar bersenang-senang menikmati sungai Melaka dari atas perahu wisata. Kami kemudian menyusuri sungai ini. Melihat kincir air raksasa peninggalan zaman sejarah, kami juga melewati museum Maritim dengan eksterior berupa Kapal Layar yang sesuai ukuran aslinya, setelah itu di pinggir sungai ini juga terletak sebuah benteng yang bernama St.John’s Fort. Kita dapat naik ke atas benteng ini, dan berfoto bersama meriam-meriamnya, sungguh sangat eksotis. Puing-puing bangunan yang sudah rusak, masih dipertahankan dan dijaga oleh pemerintah setempat. Oh ya, sebagai informasi jalan yang kita lalui dari tadi ini namanya Jalan Merdeka. Hmm...sangat melambangkan apa saja yang dapat kita jumpai sepanjang jalannya tadi kan? Hehe..
Setelah puas dengan cuci-cuci mata dan belajar zaman sejarah Melaka, saatnya kita melihat sisi lain dari Melaka ini. Seperti yang kita tahu, bahwa penduduk Melaka berasal dari keturunan Melayu serta Cina. Satu sisi lain dapat kita temui yaitu saat kita berjalan menyusuri Jonker Walk. Daerah ini adalah kampung pecinannya Melaka. Sebelum memasukinya, kita akan menemukan sebuah masjid tua di tepi sungai Melaka. Masjid ini katanya adalah yang tertua di negara ini. Sayang saat kami tiba belum masuk waktu sholat dan masjid sedang terkunci rapat. Nyesel siih...tp yaaah,baiklaah.. And so,saatnya memasuki Jonker Walk. Saat memasukinya, kita bagaikan terbawa suasana negeri Cina tempo dulu. Banyak sekali bangunan-bangunan tua dengan arsitektur Cina kuno. Kerajinan-kerajinan buah tangan juga dapat kita cari disini, namun...jika ingin yang lebih murah masih ada tempat lain. Jonker Walk ini sangat meriah. Banyak sekali lampion-lampion bahkan ada pula replika naga merah yang menggantung di langit-langit kota ini. Bagi yang hobi chinese food, tempat ini banyak menjual makanan bergaya Cina. Eeiits...tapi hati-hati ya buat yang muslim. Kebanyakan warung makan di daerah ini belum halal. Jadi kalau saya sarankan, mending cari di luar daerah ini. Cara menikmati daerah Jonker Walk ini ya dengan berjalan kaki. Menurut saya, menyusuri jalan-jalan kecilnya...melihat arsitektur rumah-rumah kunonya...mengamati kuil-kuilnya..dan melihat orang-orang berlalu lalang adalah sensasi belajar yang luar biasa. Sampai saat ini saya masih bisa merasakan aroma udara dan damainya daerah ini. Suatu kekhasan yang dapat kita temui di daerah ini adalah kendaraan bermotornya. Haha...tiap kali melihat saya jadi teringat Honda merah tahun 80’an milik Bunda di rumah. Sungguh, kota ini mungkin bukan penganut gaya hidup yang terlalu modern. Mungkin selain kota ini dicanangkan pula sebagai Heritage City oleh UNESCO, sehingga kekhasan kedaerahannya masih sangat dijaga.


Area Jonker Walk


Memasuki Jonker Walk


Di akhir-akhir ittinerary kami, kami sempatkan untuk membeli oleh-oleh. Tempat yang kami pilih adalah pasar oleh-oleh di dekat penginapan dan juga kembali ke mall Dataran Palawan. Kalau soal makanan/ cemilan tidak banyak yang berbeda dari yang kita temui di Indonesia. Disana juga ada kerupuk, gula aren, dan manisan-manisan. Pilihan oleh-oleh saya (selain cinderamata) tertuju pada Cincalok. Makanan ini terbuat dari udang yang sudah dibumbui dan dihancurkan. Jadi ini bukan cemilan yaa...buat bikin nasi goreng kata Ayahku enak..haha. Kaki rasanya udah bagai ga nepak tanah lagi. Capeknya minta ampun. Sampe hampir putus asa dengan gaya backpacker kayak gini...haha.
Yup! Time is up! Saatnya kita check out dari hostel. Karena sewanya hanya sampai jam 1 siang. Setelah dihitung-hitung, 1 kamar bertiga kami dapatkan hanya dengan Rp 70.000,00/orang atau 1 kamar seharga RM 70. Kami harus segera menuju terminal bus Melaka dan itu berarti kita harus jalan lagi untuk mencari taksi. Alhamdulillah...begitulah nikmat Allah menciptakan 2 kaki ini J. Masih di dalam taksi kami diceritakan macam-macam tentang sudut-sudut kota Melaka ini. Taksi tepat menurunkan kami di terminal bus Melaka, kemudian kami langsung mencari pemberangkatan tercepat menuju Singapura secara langsung. Gak pake transit dulu di Johor Bahru. Setiba di Singapura hari sudah menjelang tengah malam. Sensasi kembali menginjakkan kaki di negeri Singa ini akan ada di tulisan berikutnya yaa..hehe.


Untunglah kami beruntung, orang-orang yang kami temui sepanjang perjalanan semuanya baik banget! Alhamdulillah...Allah-lah yang menggenggam jiwa-jiwa kami. Serta Dia-lah yang mengizinkan ini semua terjadi. Sebagai pengalaman hidup, sebagai pembelajaran, dan sebagai bekal cerita untuk generasi mendatang...

Kamis, 20 September 2012

Analisis Penyebab Antara Meningkatnya Pembangunan Nasional Kontra Menurunnya Kemandirian Nasional


Pembangunan nasional sebuah kata yang acap kali didengung-dengungkan pada euphoria pemilihan presiden atau pemilihan kepala daerah dan tidak ketinggalan pemilihan para wakil rakyat. Hampir semua menjadikan pembangunan nasional ini sebuah senjata ampuh dalam setiap penyampaian daya tawar mereka. Pembangunan nasional seringkali dijanjikan mengalami peningkatan. Namun sayangnya, banyak dari indikator peningkatan itu diukur dari adanya pembangunan-pembangunan fisik. Padahal sejatinya, pembangunan nasional tersebut bertujuan menumbuhkan growth-equity-sustainability (Maksum, 1997).
Menilik dari tujuan tersebut, perlulah kita berkaca pada kondisi bangsa kita sekarang. Apa saja yang dapat kita sebutkan hal-hal capaian dari 3 kata tersebut-pertumbuhan, keadilan, keberlanjutan? Pertumbuhan, keadilan, dan keberlanjutan seharusnya bersinergi kamudian membentuk sebuah kondisi yang madanin atau sejahtera. Namun sayangnya, ketiga hal tersebut sekaranglah yang dilanggar oleh negara (pemerintah) terhadap rakyatnya. Pembangunan nasional pada umumnya berujung pada kemandririan nasional. Coba kita tilik bangsa tetangga yang lebih maju. Pembangunan nasional yang mereka lakukan terarah dan konsisten, sehingga menciptakan kondisi baru dimana bangsa tersebut mandiri. Dengan tidak menafikan hubungan saling ketergantungan antar bangsa, negara-negara yang sudah maju tersebut mampu untuk melindungi bangsanya dari ketergantungan berlebih kepada bangsa lain.
Lalu coba kita tilik bangsa kita, Indonesia. Pembangunan yang dilakukan bangsa ini memang kentara (khususnya pada pembangunan fisik dalam artian sarana dan prasarana negara), namun darimanakah proses pembangunan itu berasal? Serta bagaimanakah dengan pembangunan kepada hal-hal yang tidak terlihat (intangible) seperti contohnya pada kualitas (kehandalan dan keahlian) SDM serta kualitas kesejahteraan kaum marjinal. Namun, pembangunan nasional yang sedang berjalan sekarang ini seperti kehilangan ruh-nya, karena memang tidak berjalan sesuai dengan pola yang seharusnya ada. Jika memang pemerintah yakin dengan sektor pembangunan riil yang dilakukan sekarang, dengan mengandalkan industri manufaktur, maka seharusnya bangsa ini sudah sejahtera. Namun, kenyataannya jauh panggang dari api. Bangsa kita bagai buruh di negeri sendiri. Atau paling tidak, jika memang benar pembangunan sektor industri (non-pertanian) menjadi andalan pembangunan nasional maka pemerintah seharusnya juga serius mempersiapkan SDM dan yang paling penting mengenai proteksi bahan baku. Industri manufaktur kita dapat berjalan jika memang orientasi pemangku kebijakan arah pembangunan bangsa ini juga fokus pada hal itu, seperti mementingkan pasokan bahan baku migas atau pertambangan untuk industri domestik kita. Memang, iklim pembangunan yang ditumbuhkan oleh orientasi pada industri manufaktur dipenuhi oleh investasi padat modal. Dari hal ini saja, kondisi negara kita sudah tidak match. Karena kondisi bangsa ini lebih cocok jika disandingkan dengan industri berbasis padat karya. Agroindustri adalah jawabannya. Hasil bumi yang luar biasa dari bangsa ini dapat kita pabrikasi menjadi barang-barang dagangan dengan nilai tambah berkali lipat jika orientasi pembangunan pada komoditas pertanian memang menjadi prioritas.
Kebijakan-kebijakan terkait sektor agroindustri ini malah berdampak buruk bagi petani dan rakyat Indonesia, alih-alih mensejahterakan mereka. Orientasi bangsa ini belum berpihak pada sektor ini, walau sudah banyak pihak percaya akan kehandalan sektor agro pada masa-masa krisis. Importasi dan proteksi rupiah berlebih sungguh sudah mengantarkan bangsa kita pada masa-masa kritis hidupnya. Ketergantungan sudah dipola oleh pemerintah kita dari pertanian hulu hingga hilir. Sebagai contoh, petani kita sekarang sangat bergantung pada benih-benih impor yang tentunya juga membutuhkan suplemen/ anti hama impor pula. Walau pada kenyataannya sebenarnya petani kita adalah petani-petani pintar yang dapat mengembangkan benih-benih unggulan. Namun, dengan masuknya benih-benih impor tersebut, atas restu pemerintah, maka petani kita menjadi terkungkung daya kreativitasnya yang berujung pada kematian ambisi wirausahanya. Sebuah kondisi yang sangat mengerikan. Bukan hanya kerugian psikologis bangsa ini, namun juga kerugian ekologis. Masuknya pupuk-pupuk kimia untuk meningkatkan produktivitas lahan sungguh sudah sangat merusak kondisi alam bangsa ini. Produktivitas sawah memang mengalami tren penaikan setelah adanya penggunaan pupuk dan benih impor tersebut. Namun dampak lingkungannya sudah sangat memprihatinkan. Makan beras seperti makan bahan kimia, belum lagi air untuk kita minum juga sudah sangat turun kualitasnya karena adanya polusi atas usaha pertanian tersebut. Lalu mengapa tidak dengan benih lokal? Karena sudah terlanjur kondisi tanah kita dijejali dengan bahan-bahan kimia hasil kreasi negara-negara tetangga sehingga mau tidak mau kita harus bergantung pada produk mereka.
Menurut saya, kebangkitan pembangunan nasional kita untuk melepaskan diri dari ketergantungan kepada bangsa lain adalah dengan peningkatan upaya kewirausahaan. Bukan hanya melulu menunggu kebijakan pemerintah yang berubah menjadi pro pada potensi sendiri (agro). Energi kita sudah lama terpakai untuk menunggu reorientasi pemerintah atas kebijakan-kebijakan yang pro kepada petani. Alangkah lebih baiknya jika kita memulai (walau dengan langkah-langkah kecil dan kadang terseok) untuk mewirausahakan potensi yang kita miliki. Karena sejatinya ini bukan melulu soal investasi pada teknologi yang sophisticated, namun pada cara pandang bangsa kita terhadap peningkatan nilai tambah. Kemudian yang perlu dilakukan pemerintah hanya mendukung tumbuhnya usaha-usaha baru di bidang pertanian (tanpa aturan yang terlalu belibet) serta perlindungan hasil bumi kita terhadap isapan bangsa luar. Saya rasa partisipasi rakyat dengan sistem bottom-up ini merupakan hal yang harus kita kejar demi kemandirian bangsa kita.

Minggu, 16 September 2012

Kisah Beasiswa BU : Dari Ridho Orangtua Hingga Inspirasi untuk Bangsa


KISAH BU : DARI RIDHO ORANG TUA HINGGA INSPIRASI UNTUK BANGSA
 
Berbicara tentang memburu beasiswa, saya yakin semua pemburu punya cerita masing-masing. Dari cerita yang aneh-aneh, nekat, kejadian lucu-lucu, sampai yang bener-bener menyedihkan...ditolak, dibentak-bentak, sampai mungkin dicuekin. Hehe... Tapi dibalik kisah-kisah itu, pasti ada hal yang menginspirasi orang lain yang diceritakannya. Minimal orang lain itu akan penasaran, “apa iya sih mencari beasiswa itu “sebegitunya”?”. Kali ini saya akan menceritakan kisah dan perjuangan saya menerima Beasiswa Unggulan dari DIKTI. Semoga bisa meninspirasi teman-teman semua ^_^
Well, kata-kata “beasiswa” mungkin sudah melekat di benak pikiran kita semenjak kita melangkahkan kaki di bangku sekolah. Ada teman yang dapet beasiswa inilah, beasiswa itulah, di sekolah ini, negara itu, besarnya segini, dapet ini itu, huaaah...dan banyak lagi. Sebenarnya apa sih yang memotivasi seseorang buat dapet beasiswa? Ya tentunya, sekolah gratis dan tidak lupa bahwa beasiswa juga berarti PRESTASI! Sebagian besar orang pasti berpikiran seperti itu, di samping tujuan-tujuan yang lain. Sebenarnya, singkat cerita semenjak duduk di bangku sekolah dari SD sampe S1, saya belum pernah mendapat beasiswa. Karena selama selang waktu sekolah itu, belum ada inspirasi yang masuk ke saya untuk “memburu” beasiswa. Namun, sejak saya memutuskan untuk lanjut kuliah lagi setelah lulus pendidikan tingkat sarjana (S1) saya menjadi berpikir. Hmm..kuliah S2? Apa yang pertama terlintas di benak teman-teman? I guess, kita semua pasti berpikir...”Mahal ya? Darimana biayanya?”. Berat rasanya membayangkan uang sebanyak itu untuk saya yang terlahir di keluarga yang menengah (bener-bener di tengah,hehe) yang mungkin bener kata orang “pas-pas’an”. Alhamdulillah pas buat makan, pas buat beli baju, pas buat beli bensin...hehehe. Maka dari itu, sejak saya udah mulai penelitian skripsi, saya sudah langganan milist (mailing list) ataupun fan page beasiswa di facebook maupun twitter. Saat itu, saya selalu terobsesi dengan yang namanya kuliah di luar negeri. Setiap email atau informasi yang masuk membuat saya tambah puyeng lagi, ada skor TOEFL-lah, sertifikat bahasa ini itu, research proposal, sampai ada yang mensyaratkan letter of recommendation dari profesor dari universitas tujuan. Rasanya kayak hampir menyerah. Tapi ga juga sih,lebaiiy..hehe.
Setelah, alhamdulillah, saya berhasil diwisuda bersama teman-teman seperjuangan saya langsung memutuskan untuk fokus pada pencarian beasiswa. Walaupun sempat tergiur juga dengan mencari pekerjaan dan berwirausaha. Biasalah, perasaan seperti yang dialami oleh sebagian besar fresh graduate yaitu GALAU. Hehe... Alhamdulillah, orang tua juga meridhoi saya untuk mencari beasiswa daripada mencari kerja. Lalu perjalanan dimulai dengan menyasar beasiswa terkenal untuk sekolah di Eropa, Erasmus Mundus (EM). Kali itu, supervisor saya menyarankan untuk mencoba melamar beasiswa EM. Namun yang menjadi kendala kala itu yaitu bahasa. TOEFL harus di atas 575 dan harus menguasai salah 1 bahasa ibu-nya orang Eropa (antara Jerman, Perancis, Itali, dan lain-lain). Melihat syarat pertama, saya langsung memeras otak bagaimana caranya mencapai itu semua. Akhirnya saya ikut kursus bahasa inggris intensif di PPB UGM. Alhamdulillah hasilnya sangat memuaskan menurut saya, walaupun masih belum mencapai syarat tersebut. Tapi saya tidak menyerah. Saya berniat untuk nekat memasukan aplikasi ke EM. Namun kemudian, di tengah-tengah perjuangan yang berdarah-darah itu (haha...lebaiy) ada pengumuman untuk penerimaan beasiswa dari pemerintah Turki (Lisansusthu Scholarship) dan Beasiswa Unggulan dari DIKTI. “Wah, kesempatan baru nih!” batin saya saat itu. Kalau saya itung-itung, tidak ada salahnya nih ikutan. Saya sudah meminta kepada Allah untuk ditempatkan dimanapun yang terbaik menurut-Nya.
Fase baru dalam perburuan, saya melamar beasiswa Turki. Awalnya memang kurang bersemangat karena belum begitu mengetahui kualitas universitas-universitas disana serta kondisi negaranya (yang kata orang sekuler). Serta daya dukung orang tua kala itu kurang besar karena memang sama-sama tidak tahu kondisi Turki seperti apa. Namun, setelah mencari bersama google, akhirnya saya memantapkan hati dan meyakinkan kedua orang tua untuk melamar beasiswa tersebut. Aplikasi saya lengkapi di detik-detik terakhir. Dari mencari rekomendasi dosen-dosen andalan saya, rekomendasi dari dekan, menerjemahkan ijazah dan transkrip nilai ke dalam bahasa Inggris, tes TOEFL, membuat essay, dan lain-lain. Akhirnya tepat pada pukul 00.00 kurang sedikit sebelum tenggat waktu yang diberikan, saya berhasil meng-upload semua berkas yang dipersyaratkan. Jika Allah pernah berfirman, "Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. Ath-Thalaq: 3). Dari situ, saya benar-benar memasrahkan segala usaha yang telah saya lakukan tersebut kepada Allah.
Ok, 1 usaha telah dilakukan. Maka beranjak pada usaha selanjutnya, yaitu memburu beasiswa BU dari DIKTI. Sebenarnya, prioritas untuk bersekolah S2 di Indonesia adalah pilihan yang ke-2 jika lamaran di luar negeri tidak ada yang lolos. Hehe... Buku pedoman BU sebenarnya sudah saya download dari jauh-jauh hari. Namun, file tersebut masih tersimpan dengan indahnya di folder dalam laptop saya. Sampai 1 hari yang benar-benar mengubah arah hati saya. Kala itu, saya ke kampus (bukaan, bukan nongkrong-nongkrong ga jelas di kantin kok..hehe). Biasa, mengecek pengumuman di papan kampus. Ada pengumuman lowongan kerja, pengumuman beasiswa macem-macem, sampai pengumuman nilai-nilai kuliah. Hehe... Tiba fokus saya pada pengumuman beasiswa BU untuk universitas-universitas di Indonesia. Saya cermati tanggalnya, dan jeng...jeng...jeng...deadline-nya tinggal 10 hari (minus 2 hari libur) dari hari tersebut. Saya langsung menanyakan perihal beberapa hal kepada seksi akademik pascasarjana di fakultas saya. Setelah memahami beberapa hal itu saya mengkonfirmasi kembali dengan membaca lagi e-book panduan pengajuan BU. Setelah check-list ini itu, saya kemudian tertuju pada poin perjanjian kerjasama dengan DIKTI untuk bersedia ditempatkan dimanapun di seluruh Indonesia dimana DIKTI membutuhkan. Agak dag-dig-dug-der sih membaca syarat tersebut. Untuk menanggulangi kegalauan saya, saya lalu berkonsultasi dengan dosen andalan yang selalu saya repotin ini itu. Saya menceritakan semua seluk-beluk mengenai beasiswa yang akan saya lamar ini. Kemudian tiba pada tujuan utama saya yaitu meminta rekomendasi beliau untuk saya dapat “nyantol” di salah satu universitas di Jawa. Kemudian, dengan baik hati beliau memberikan beberapa pilihan universitas. Ada 2 pilihan yang saya ambil.
Esoknya saya sudah menemui pihak yang terkait dengan 2 pilihan universitas yang saya ambil terebut. 1 orang dosen dari jurusan saya dan 1 orang rektor yang kebetulan juga menjadi tenaga pengajar senior di fakultas. Setelah berkonsultasi dengan 2 dosen tersebut secara empat mata, maka Allah menentukan bahwa jalan saya bukan disana. Alasan yang sama, jurusan S1 saya belum memenuhi kompetensi pada jurusan yang ada pada 2 universitas tersebut yang akan saya lamar. Malah salah seorang dari dosen tersebut berkata,
“Di sini gaji dosennya masih kecil lho,dek...apa gak papa tuh?”
(bahkan saya belum berpikir tentang gaji yang akan saya terima...hehe)
Tapi nothing to lose lah, yang saya syukuri adalah saya dapat berbincang dengan 2 orang hebat pada 2 hari itu. Tidak semua mahasiswa mempunyai kesempatan seperti itu, kecuali dalam rangka bimbingan skripsi lho yaa J. Setelah itu saya melaporkan hasil pertemuan tersebut kepada dosen supervisor saya. Hari itu juga, saya melengkapi segala berkas yang belum terselesaikan karena kegalauan “penempatan dimanapun” itu. Sudah H-2 dari deadline pengumpulan semua berkas ke direktorat akademik. Tidak terbayang dulu 2 hari yang cukup membuat ngos-ngosan mirip orang habis lari marathon itu J. Untungnya saya mempunyai partner pelamar BU juga yang 1 frekuensi, jadi kami dapat saling memberi informasi terkini terkait beasiswa tersebut dan simpang siur info yang ada. Udah mirip kayak detik.com,hehe...
            Alhamdulillah, atas izin Allah, semua berkas dapat saya selesaikan sampai tuntas pada tanggal yang ditentukan. Tinggal menunggu untuk tes ujian masuk dan dinyatakan resmi untuk menjadi mahasiswa pasca-sarjana UGM. Waktu yang cukup mendebarkan namun penuh optimisme. Mungkin sampai pada tahap akhir ini, yang ingin saya sampaikan ke teman-teman adalah mengenai ridho orang tua. Ceritanya saya selalu minta doa (entah via sms atau telepon) kepada orang tua pada setiap tahap pelamaran. Mulai dari memenuhi semua syarat pemberkasan, ketemu dosen dan birokrasi terkait, mengisi formulir online, dan tentu saja saat ujian masuk pascasarjana UGM. Karena saya percaya, kuatnya doa orangtua ibarat 100 kali lipat usaha yang telah kita lakukan.

"Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang dizholimi, doa orang yang bepergian (safar) dan doa baik orang tua pada anaknya." (HR. Ibnu Majah).

            Beberapa waktu kemudian hasil ujian masuk (UM) UGM sudah diumumkan. Atas ridho Allah, saya lolos UM tersebut dan diterima sebagai mahasiswa pascasarjana UGM. Sekarang tinggal dag-dig-dug-der menunggu hasil pengumuman dari BU. Karena daftar ulang mahasiswa baru waktunya cukup dekat dari pengumuman UM tersebut, maka saya sangat menggantungkan nasib pada BU. Saat itu memang ada teman-teman yang sudah membayar untuk heregistrasi, namun saya lebih memilih untuk menunggu betul hasil BU tersebut..alasan utamanya ya karena tidak ada biaya bahkan untuk membayar uang 1 semesternya pun.
            Dan pada suatu sore, handphone saya berbunyi. Hmm...dari teman waktu S1 saya dulu (yang juga penerima BU tahun 2011). Kemudian saya angkat telpon tersebut,
“Udah buka internet belom,Tis?” kata dia
“Hm...udah sih tadi, tapi cuma ngecek email sama facebook aja...hehe” kata saya sekenanya
“Payah! Kamu lolos BU tauuuk...!!”
Hening sejenak...
Kemudian saya langsung berteriak, “Allahu akbar!!!! Alhamdulillah...subhanallaaah”
(pokoknya nyebut semua deh,.)
“Beneran??? Ga bercanda kan??”
Rasanya udah mau nangis (tapi kepalang malu karena lagi banyak orang,hehe) dan kemudian saya sujud syukur, rasanya jantung udah melorot sampe ujung mata kaki. Kaki sudah tidak kuat, pengin buru-buru bersujud di hadapan-Nya. Saya masih tidak percaya, doa orangtua dan tentu saja doa saya terkabul. Belum selesai, pada saat itu juga saya langsung packing untuk pulang ke Solo (dari Jogja) sudah tidak sabar untuk memberi kejutan kepada kedua orang tua. Sepanjang jalan saya berpikir, kebaikan apa yang pernah saya lakukan sehingga Allah memberikan nikmat yang begitu besar seperti ini kepada saya?
Sesampainya di rumah setelah makan malam, saya memberitahukan kepada kedua orang tua,
“Mama...papa...insya Allah saya masih 2 tahun lagi di Jogja. Mohon doanya yaa..”
Orang tua saya masih bingung, lalu kemudian...
“Hah...kamu lolos BU,nduk??” kata Mama saya setengah tercekat
Saya hanya bisa mengangguk, udah pengin nangis rasanya.
Secara bersama kedua orang tua saya memeluk saya sambil tak hentinya mengucap syukur kepada sang khaliq, Allah SWT
“Alhamdulillah...Ya Allah”
Pada akhir hari itu, tengah malamnya saya mendengar lagi ibu dan bapak saya berbincang. Dan 1 kalimat yang masih saya ingat sampai detik ini (bahkan mungkin tidak akan pernah terlupa).
“Alhamdulillah,Pa...Mama seneng banget Titis mendapat beasiswa itu. Lega banget rasanya. Mulai sekarang kita perbanyak lagi sedekahnya ya”.


Ya Allah, Engkau telah menampakkan kembali kebesaran-Mu. Sayangilah kami dengan kemampuan kami menjaga amanah yang Engkau berikan ini, Ya Allah. Semoga bermanfaat untuk bangsa, negara, dan diri kami. Semoga Engkau mudahkan pula jalan teman-temanku pemburu beasiswa yang lain. Amiin,,,


Selasa, 28 Februari 2012

Singapura Lagi : Perjalanan Memperkenalkan Gunung Kidul dan Indonesia


Setelah 6 bulan lamanya tidak bertemu, akhirnya semua partisipan JEEF YELP 2011 dipanggil lagi ke Singapura. Kali ini kami mempunyai misi untuk mempresentasikan hasil project kami (untuk para grantees) serta exhibition untuk semua peserta. Kesempatan yang tak mungkin saya sia-sia kan. Di tengah hiruk-pikuknya persiapan wisuda saya, saya harus mengejar semua target dan penugasan untuk pertemuan di Singapura yang ke-2 ini. Online tiap hari sampai jam 2 malam menjadi rutinitas saya 2 minggu tersebut. Siang pontang-panting cari syarat-syarat buat wisuda, malamnya melek sampe jam 2 pagi itu. Yah,inilah sebuah pengalaman baru pula. Karena kami terpisah oleh negara, maka kami melakukan conferrence untuk meeting via facebook (lagi-lagi saya katakan, facebook sangat berarti bagi saya…hehe). Kami melaksanakan tugas yang namanya Task Force. Tugas pada tim kami adalah Networking. Bagaimana membangun jaringan dari alumni YELP kepada dunia luar. Sungguh bukan tugas yang mudah. Kami diharuskan meng-update web…mengumpulkan data-data di dalamnya…dan kami belajar arti tanggung jawab. Well, alhamdulillah semua penugasan berhasil kami selesaikan. Kalau kata teman saya ini disebut CRAM! Just do what u gotta do in a very last minute! Hahahha…


Berangkat ke Singapura lagi…
Enaknya 2 kali terbang ke sana gratis, Subhanallah. Barangsiapa yang berdagang dengan Allah maka dagang itulah yang paling menguntungkannya. Kali ini dengan kondisi badan yang agak flu. Karena itulah, saya mengalami sakit kepala yang luar biasa tiap kali pesawat akan landing. Subhanallah, saya kali itu benar-benar pasrah sama Allah. Istighfar…takbir…shalawat…talmid…tahmid…semua sudah terucap. 2 kali landing yang sangat amat luar biasa. Tapi untungnya, gendang telinga saya masih bisa selamat (sampai saat ini). Sesampainya di Singapura, saya gak lagi ndeso seperti di awal pertama kali kesana. Tapi, tiap kali menginjak Changi Airport saya selalu terkagum olehnya. Betapa pintar manusia-manusia Singapura ini J. Mereka mampu merealisasikan sebuah bandara yang dimana Anda mungkin tidak dapat menyadari kali itu Anda sedang di mall atau ya memang Anda sedang di bandara. Ya,mereka mampu membangun sebuah bangunan ultramodern, bandara terbaik di dunia, Changi International Airport. Penjemputan kali ini kami bertemu dengan seorang baru. Gabriel namanya. Mahasiswa dari NTU yang kali ini juga ikut serta sebagai panitia. Sangat friendly, ganteng, cool, keliatan pinter..hmm J. Namun kali ini, tak ada lagi Chrystler! Hahaha… Tapi okelah,,yang penting kita sampai di Bencoolen Hotel. Hotel yang akan kami tempati  sampai 4 hari ke depan ini. Hari pertama kami sampai di Singapura untuk yang kedua kalinya ini merupakan hari yang benar-benar kami nantikan selama 6 bulan ini. Bertemu dengan teman-teman...reunian dengan orang yang 6 bulan lalu baru saja kami kenal. Namun, pertemuan kali itu luar biasa. Rasa rindu itu ternyata sangat besar dan kami saling berpelukan melepas rindu itu... Selepas itu, kami makan malam di restoran yang juga adalah restoran pertama saat pertemuan Agustus silam, McKenzie Restaurant. Malam itu, kami habiskan dengan mempersiapkan presentasi untuk keesokan harinya.

Keesokan harinya, masing-masing grantee mempresentasikan hasil projectnya. Begitupun kami,Task Force. Dalam perjalanan kerja ini, kami kehilangan kapten tim. Saw Yan Naing. Hm…he was lost. Sepertinya dia mengalami perubahan prioritas hidup, sehingga tak dapat lagi bersama kami di YELP. 1 hari ini juga sangat luar biasa. Workshop all day long. Pemateri yang keren-keren. Satu orang yang memukau kami adalah Mr.Dorji San, CEO dari Carbon apa gitu. Sebuah perusahaan yang luar biasa. Menolong pemerintah dan industri untuk menanggulangi emisi karbon yang dihasilkan karena aktivitasnya. Mr.Dorji San mengubah paradigma kami. Selama ini, yang kita tahu…aktivis lingkungan hanya melakukan aktivitas suka rela sehingga membuat aktivitas ini layaknya part time saja. Namun, he told that nature gives us everything. And we should not be a parttimer to be with it. So, kenapa anda tak menjadikan aktivitas itu juga menghasilkan uang dan menjadikannya pekerjaan utama bagi anda? Great! Extremely, he changed our mind! Luar biasa Mr.San…
Setelah workshop yang kami lalui 1 hari full, saatnya istirahat. No hang out. Karena keesokan harinya kami akan melalui sebuah hari yang luar biasa lagi. 
....continued ke "Dr. Vivian Balakrishnan dan Night Safari Zoo"

Dr. Vivian Balakrishnan dan Night Safari Zoo


Hari ke-11 di bulan Februari mungkin menjadi satu hal yang fenomenal bagi saya. Karena hari ini, kami akan bertemu dengan seorang pejabat penting di Singapura. Oke, actually...kali ini kami akan bertandang ke Fort Canning Park. Sebuah taman di jantung Singapore City yang sangat indah dan sejuk. Awalnya saya belum bisa membayangkan, bagaimana negara sekecil Singapura ini masih bisa menyisakan tanahnya sekedar untuk memberi waktu yang lebih lama kepada bumi untuk bernafas. Dengan menggunakan bus, Alhamdulillah kami sampai di Fort Canning Park. Agenda penting hari ini adalah presentasi dari masing-masing grantees di depan puluhan NGO, pelajar, dan masyarakat umum. Selain itu, kami juga mendapatkan sertifikat dari JEEF (Japan Environmental Leadership Forum). Yang menjadi special dari agenda hari ini adalah datangnya seorang Menteri Lingkungan Hidup Singapura, beliau adalah Dr. Vivian Balakhrisnan. Orang yang sangat ramah, cerdas, dan berjiwa muda J. Dalam pidatonya, beliau menjelaskan bagaimana keadaaan dunia tempat hunian kita saat ini dan bagaimana Singapura berperan dalam mentransformasikan dirinya dalam usaha memperbaiki kondisi lingkungan dunia kita. Saat setelah seminar, kami mempunyai waktu untuk networking party. Saat itu, saya manfaatkan untuk memberi kenang-kenangan langsung kepada Pak Menteri Vivian. Dan saat itu pula, kami mendapat kesempatan untuk foto bersama pak menteri, ayeeee!! Haha... Nah, ini sekaligus tips buat kawan-kawan sekalian. Bawalah cinderamata dari negeri kita untuk Guest of Honour yang datang. Niscaya, insya Allah kamu bisa foto bareng dia. Haha... but, trust me. It works! Saya juga sudah membuktikannya di pertemuan pertama Agustus silam. Saat itu, GOH yang datang adalah seorang walikota (atau semacam anggota dewan di daerah Singapore City).
Selain dari seminar, masing-masing partisipan diberi kesempatan untuk melakukan exhibition. Waaaw...kesempatan yang sekali lagi tidak akan saya sia-siakan,haha. Kali ini saya membawa 3 brosur, dengan tujuan memperkenalkan proyek kelorisasi kami, memperkenalkan Bright Idea Community, dan memperkenalkan organic fertilizer kami di Agroraya Madani. Tidak lupa saya jualan...dasar otak bisnis beneeerr,,haha. Saya bawa kerajinan dari Gunung Kidul, dan setengah dari dagangan saya ludes...alhamdulillah, jadi ga perlu berat-berat bawa lagi ke Indonesia. Hehehe...
Setelah agenda di Fort Canning Park selesai, di jadwal tertulis “secret event”. Hmmm....??? Appaaa yaaa??? Nobody knows..except Joanna and Novabelle :P. Oke, jam 7 malam waktu Singapura kami meluncur lagi. Rasa lelah masih ada tentu, tapi secret event ini lebih exciting! Pertama kami diturunkan di suatu kawasan dekat Orchard. Agendanya makan J. Yang membuat amaze...restoran kali ini adalah Japanese Halal Food Restaurant!! And here,you can grab all the things u want to eat! Hahahaha...what the...!! Kali itu saya makan sushi (4 macem), udang goreng, tempura, kue keju-coklat, duren, es krim, trus apa lagi sampe lupa...forget diet for this time! Hahaha... After that, tiba2 ada kue tart. Kami semua menyanyikan lagu happy birthday, walau tanpa tau siapa sebenarnya yang birthday. Haha... everyone was staring at us... Lalu, mbak pili seorang anggota consortium dari Indonesia, memberikan penjelasan. Bahwa sebenarnya memang tidak ada yang ulang tahun saat itu. Tapiiiii....ada yang lebih , yaitu salah satu dari kita saat itu akan menikah! Haha... Dialah pemborong jualan saya tadi siang. Seorang yang ramah dari Vietnam, Mr. Do Thu Tao kami memanggilnya Mr. Hiep. Oalaaaah...jadi dia borong barang-barang saya tadi itu buat calon istrinya to...romantis bgt...hehehe..
Saya kira, makan sepuasnya di restoran Jepang itu adalah ‘secret event’ yang dimaksud. Ternyata, belum! Itu Cuma pemanasan buat ngisi perut aja. Oke, the show was going on. Kita naik bus lagi selama kurang lebih 45 menit. Cukup jauh dari jantung kota Singapore City. Dan tiba-tiba Azira, teman delegasi dari Malaysia melihat papan di pinggir told an berteriak... “woooww...are we going to Night Safari????” dan ternyataaaaaa....beneeeerrr bangeeeeettt!!! Kita semua teriak-teriak dan berjingkrak di dalam bus. Sebuah “secret event” yang tidak pernah terprediksi, dan boro-boro terbayangkan. It’s more than our wish. Bayangin, ibarat kita tiba-tiba dapet duit Sing $50 (sekitar hampir Rp 400.000) cuma buat masuk ke sebuah kebun binatang. Huwaaaww...!! Gembira Loka di Jogja yang harganya Rp 12.000 aja kita dah males masuk, eee...iniii,,mungkin kalo ga dibayarin juga ga bakal masuk sana kali yaa...haha. Dan ternyata harga segitu juga pantas untuk apa yang kita dapatkan. There, we got an animal show!! Binatangnya ga kayak di Taman Safari-nya Indonesia sih...disana yang ikut show itu...rakun, tupai, ular, srigala, singa, dan (yang ga pernah terbayangkan) Hyena. Huaaaah...ga ngebayangin cara ngelatih tu bocah-bocah binatang gimana caranya. Di tengah-tengah show, tiba-tiba sang pembawa acara mengejutkan kami dengan adanya ular di bawah bangku salah seorang penonton. Gyaaaa...itu adalah binatang yang paling paling paling saya takuti. Mana dibawa lari-lari di seluruh arena tempat duduk penonton pula...gyaaa... >.<
Setelah dari show itu, kami berkeliling kebun binatang menggunakan trem. Boleh motret, tapi tanpa flash yaa...biar ga pada takut,hehe. Well, sebenernya tempat itu lebih tepat saya sebut hutan. Yaa...hutan,,karena semua makhluk bebas..tanpa ada pembatas antara hewan dan manusia...manusia dengan tumbuh-tumbuhan...dan kita benar-benar dapat menghirup segarnya hawa malam hutan tropis Malaysia. Subhanallah, saya belum pernah melihat binatang-binatang itu dengan mata kepala saya sendiri. Segala puji bagi Allah, saya diberikan kesempatan untuk melihat wujud makhluknya dalam bentuk yang lain lagi. Disana kita bisa lihat jerapah berjalan dengan anggunnya, rusa, kerbau, tapir, babi, sapi benggala yang gedenya masya allah, burung onta, binatang yang mirip panda lucu banget tapi saya lupa namanya (hehe), gajah afrika, hyena yang kalo di tv terlihat sangat buas, singa dengan rambut Rejoice-nya, harimau Sumatra, hutan tropis Malaysia, dan lain-lain. Subhanallah... Oke, that was the end of that day. Hari yang sangat luar biasa, ditutup dengan brifing terakhir sekaligus say goodbye. Karena esok hari kita belum tentu bisa bersama-sama lagi. Karena mungkin dari kita sudah mempunyai rencana masing-masing. Yah, sebuah pertemuan dan persahabatan yang sangat indah. Singapura adalah negara tujuan internasional pertama saya, dan disana pula saya menemukan sahabat-sahabat internasional saya. Terima kasih Ha, Suzy, Lucy, Bell, Andel, Juju, Azira, Teh Wida, Kevin, Lionel, Leon, Saw, Kazue, Rie, Joanna, Novabelle, Scott (TiKe), dan Gabriel.