Kamis, 20 September 2012

Analisis Penyebab Antara Meningkatnya Pembangunan Nasional Kontra Menurunnya Kemandirian Nasional


Pembangunan nasional sebuah kata yang acap kali didengung-dengungkan pada euphoria pemilihan presiden atau pemilihan kepala daerah dan tidak ketinggalan pemilihan para wakil rakyat. Hampir semua menjadikan pembangunan nasional ini sebuah senjata ampuh dalam setiap penyampaian daya tawar mereka. Pembangunan nasional seringkali dijanjikan mengalami peningkatan. Namun sayangnya, banyak dari indikator peningkatan itu diukur dari adanya pembangunan-pembangunan fisik. Padahal sejatinya, pembangunan nasional tersebut bertujuan menumbuhkan growth-equity-sustainability (Maksum, 1997).
Menilik dari tujuan tersebut, perlulah kita berkaca pada kondisi bangsa kita sekarang. Apa saja yang dapat kita sebutkan hal-hal capaian dari 3 kata tersebut-pertumbuhan, keadilan, keberlanjutan? Pertumbuhan, keadilan, dan keberlanjutan seharusnya bersinergi kamudian membentuk sebuah kondisi yang madanin atau sejahtera. Namun sayangnya, ketiga hal tersebut sekaranglah yang dilanggar oleh negara (pemerintah) terhadap rakyatnya. Pembangunan nasional pada umumnya berujung pada kemandririan nasional. Coba kita tilik bangsa tetangga yang lebih maju. Pembangunan nasional yang mereka lakukan terarah dan konsisten, sehingga menciptakan kondisi baru dimana bangsa tersebut mandiri. Dengan tidak menafikan hubungan saling ketergantungan antar bangsa, negara-negara yang sudah maju tersebut mampu untuk melindungi bangsanya dari ketergantungan berlebih kepada bangsa lain.
Lalu coba kita tilik bangsa kita, Indonesia. Pembangunan yang dilakukan bangsa ini memang kentara (khususnya pada pembangunan fisik dalam artian sarana dan prasarana negara), namun darimanakah proses pembangunan itu berasal? Serta bagaimanakah dengan pembangunan kepada hal-hal yang tidak terlihat (intangible) seperti contohnya pada kualitas (kehandalan dan keahlian) SDM serta kualitas kesejahteraan kaum marjinal. Namun, pembangunan nasional yang sedang berjalan sekarang ini seperti kehilangan ruh-nya, karena memang tidak berjalan sesuai dengan pola yang seharusnya ada. Jika memang pemerintah yakin dengan sektor pembangunan riil yang dilakukan sekarang, dengan mengandalkan industri manufaktur, maka seharusnya bangsa ini sudah sejahtera. Namun, kenyataannya jauh panggang dari api. Bangsa kita bagai buruh di negeri sendiri. Atau paling tidak, jika memang benar pembangunan sektor industri (non-pertanian) menjadi andalan pembangunan nasional maka pemerintah seharusnya juga serius mempersiapkan SDM dan yang paling penting mengenai proteksi bahan baku. Industri manufaktur kita dapat berjalan jika memang orientasi pemangku kebijakan arah pembangunan bangsa ini juga fokus pada hal itu, seperti mementingkan pasokan bahan baku migas atau pertambangan untuk industri domestik kita. Memang, iklim pembangunan yang ditumbuhkan oleh orientasi pada industri manufaktur dipenuhi oleh investasi padat modal. Dari hal ini saja, kondisi negara kita sudah tidak match. Karena kondisi bangsa ini lebih cocok jika disandingkan dengan industri berbasis padat karya. Agroindustri adalah jawabannya. Hasil bumi yang luar biasa dari bangsa ini dapat kita pabrikasi menjadi barang-barang dagangan dengan nilai tambah berkali lipat jika orientasi pembangunan pada komoditas pertanian memang menjadi prioritas.
Kebijakan-kebijakan terkait sektor agroindustri ini malah berdampak buruk bagi petani dan rakyat Indonesia, alih-alih mensejahterakan mereka. Orientasi bangsa ini belum berpihak pada sektor ini, walau sudah banyak pihak percaya akan kehandalan sektor agro pada masa-masa krisis. Importasi dan proteksi rupiah berlebih sungguh sudah mengantarkan bangsa kita pada masa-masa kritis hidupnya. Ketergantungan sudah dipola oleh pemerintah kita dari pertanian hulu hingga hilir. Sebagai contoh, petani kita sekarang sangat bergantung pada benih-benih impor yang tentunya juga membutuhkan suplemen/ anti hama impor pula. Walau pada kenyataannya sebenarnya petani kita adalah petani-petani pintar yang dapat mengembangkan benih-benih unggulan. Namun, dengan masuknya benih-benih impor tersebut, atas restu pemerintah, maka petani kita menjadi terkungkung daya kreativitasnya yang berujung pada kematian ambisi wirausahanya. Sebuah kondisi yang sangat mengerikan. Bukan hanya kerugian psikologis bangsa ini, namun juga kerugian ekologis. Masuknya pupuk-pupuk kimia untuk meningkatkan produktivitas lahan sungguh sudah sangat merusak kondisi alam bangsa ini. Produktivitas sawah memang mengalami tren penaikan setelah adanya penggunaan pupuk dan benih impor tersebut. Namun dampak lingkungannya sudah sangat memprihatinkan. Makan beras seperti makan bahan kimia, belum lagi air untuk kita minum juga sudah sangat turun kualitasnya karena adanya polusi atas usaha pertanian tersebut. Lalu mengapa tidak dengan benih lokal? Karena sudah terlanjur kondisi tanah kita dijejali dengan bahan-bahan kimia hasil kreasi negara-negara tetangga sehingga mau tidak mau kita harus bergantung pada produk mereka.
Menurut saya, kebangkitan pembangunan nasional kita untuk melepaskan diri dari ketergantungan kepada bangsa lain adalah dengan peningkatan upaya kewirausahaan. Bukan hanya melulu menunggu kebijakan pemerintah yang berubah menjadi pro pada potensi sendiri (agro). Energi kita sudah lama terpakai untuk menunggu reorientasi pemerintah atas kebijakan-kebijakan yang pro kepada petani. Alangkah lebih baiknya jika kita memulai (walau dengan langkah-langkah kecil dan kadang terseok) untuk mewirausahakan potensi yang kita miliki. Karena sejatinya ini bukan melulu soal investasi pada teknologi yang sophisticated, namun pada cara pandang bangsa kita terhadap peningkatan nilai tambah. Kemudian yang perlu dilakukan pemerintah hanya mendukung tumbuhnya usaha-usaha baru di bidang pertanian (tanpa aturan yang terlalu belibet) serta perlindungan hasil bumi kita terhadap isapan bangsa luar. Saya rasa partisipasi rakyat dengan sistem bottom-up ini merupakan hal yang harus kita kejar demi kemandirian bangsa kita.

Minggu, 16 September 2012

Kisah Beasiswa BU : Dari Ridho Orangtua Hingga Inspirasi untuk Bangsa


KISAH BU : DARI RIDHO ORANG TUA HINGGA INSPIRASI UNTUK BANGSA
 
Berbicara tentang memburu beasiswa, saya yakin semua pemburu punya cerita masing-masing. Dari cerita yang aneh-aneh, nekat, kejadian lucu-lucu, sampai yang bener-bener menyedihkan...ditolak, dibentak-bentak, sampai mungkin dicuekin. Hehe... Tapi dibalik kisah-kisah itu, pasti ada hal yang menginspirasi orang lain yang diceritakannya. Minimal orang lain itu akan penasaran, “apa iya sih mencari beasiswa itu “sebegitunya”?”. Kali ini saya akan menceritakan kisah dan perjuangan saya menerima Beasiswa Unggulan dari DIKTI. Semoga bisa meninspirasi teman-teman semua ^_^
Well, kata-kata “beasiswa” mungkin sudah melekat di benak pikiran kita semenjak kita melangkahkan kaki di bangku sekolah. Ada teman yang dapet beasiswa inilah, beasiswa itulah, di sekolah ini, negara itu, besarnya segini, dapet ini itu, huaaah...dan banyak lagi. Sebenarnya apa sih yang memotivasi seseorang buat dapet beasiswa? Ya tentunya, sekolah gratis dan tidak lupa bahwa beasiswa juga berarti PRESTASI! Sebagian besar orang pasti berpikiran seperti itu, di samping tujuan-tujuan yang lain. Sebenarnya, singkat cerita semenjak duduk di bangku sekolah dari SD sampe S1, saya belum pernah mendapat beasiswa. Karena selama selang waktu sekolah itu, belum ada inspirasi yang masuk ke saya untuk “memburu” beasiswa. Namun, sejak saya memutuskan untuk lanjut kuliah lagi setelah lulus pendidikan tingkat sarjana (S1) saya menjadi berpikir. Hmm..kuliah S2? Apa yang pertama terlintas di benak teman-teman? I guess, kita semua pasti berpikir...”Mahal ya? Darimana biayanya?”. Berat rasanya membayangkan uang sebanyak itu untuk saya yang terlahir di keluarga yang menengah (bener-bener di tengah,hehe) yang mungkin bener kata orang “pas-pas’an”. Alhamdulillah pas buat makan, pas buat beli baju, pas buat beli bensin...hehehe. Maka dari itu, sejak saya udah mulai penelitian skripsi, saya sudah langganan milist (mailing list) ataupun fan page beasiswa di facebook maupun twitter. Saat itu, saya selalu terobsesi dengan yang namanya kuliah di luar negeri. Setiap email atau informasi yang masuk membuat saya tambah puyeng lagi, ada skor TOEFL-lah, sertifikat bahasa ini itu, research proposal, sampai ada yang mensyaratkan letter of recommendation dari profesor dari universitas tujuan. Rasanya kayak hampir menyerah. Tapi ga juga sih,lebaiiy..hehe.
Setelah, alhamdulillah, saya berhasil diwisuda bersama teman-teman seperjuangan saya langsung memutuskan untuk fokus pada pencarian beasiswa. Walaupun sempat tergiur juga dengan mencari pekerjaan dan berwirausaha. Biasalah, perasaan seperti yang dialami oleh sebagian besar fresh graduate yaitu GALAU. Hehe... Alhamdulillah, orang tua juga meridhoi saya untuk mencari beasiswa daripada mencari kerja. Lalu perjalanan dimulai dengan menyasar beasiswa terkenal untuk sekolah di Eropa, Erasmus Mundus (EM). Kali itu, supervisor saya menyarankan untuk mencoba melamar beasiswa EM. Namun yang menjadi kendala kala itu yaitu bahasa. TOEFL harus di atas 575 dan harus menguasai salah 1 bahasa ibu-nya orang Eropa (antara Jerman, Perancis, Itali, dan lain-lain). Melihat syarat pertama, saya langsung memeras otak bagaimana caranya mencapai itu semua. Akhirnya saya ikut kursus bahasa inggris intensif di PPB UGM. Alhamdulillah hasilnya sangat memuaskan menurut saya, walaupun masih belum mencapai syarat tersebut. Tapi saya tidak menyerah. Saya berniat untuk nekat memasukan aplikasi ke EM. Namun kemudian, di tengah-tengah perjuangan yang berdarah-darah itu (haha...lebaiy) ada pengumuman untuk penerimaan beasiswa dari pemerintah Turki (Lisansusthu Scholarship) dan Beasiswa Unggulan dari DIKTI. “Wah, kesempatan baru nih!” batin saya saat itu. Kalau saya itung-itung, tidak ada salahnya nih ikutan. Saya sudah meminta kepada Allah untuk ditempatkan dimanapun yang terbaik menurut-Nya.
Fase baru dalam perburuan, saya melamar beasiswa Turki. Awalnya memang kurang bersemangat karena belum begitu mengetahui kualitas universitas-universitas disana serta kondisi negaranya (yang kata orang sekuler). Serta daya dukung orang tua kala itu kurang besar karena memang sama-sama tidak tahu kondisi Turki seperti apa. Namun, setelah mencari bersama google, akhirnya saya memantapkan hati dan meyakinkan kedua orang tua untuk melamar beasiswa tersebut. Aplikasi saya lengkapi di detik-detik terakhir. Dari mencari rekomendasi dosen-dosen andalan saya, rekomendasi dari dekan, menerjemahkan ijazah dan transkrip nilai ke dalam bahasa Inggris, tes TOEFL, membuat essay, dan lain-lain. Akhirnya tepat pada pukul 00.00 kurang sedikit sebelum tenggat waktu yang diberikan, saya berhasil meng-upload semua berkas yang dipersyaratkan. Jika Allah pernah berfirman, "Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS. Ath-Thalaq: 3). Dari situ, saya benar-benar memasrahkan segala usaha yang telah saya lakukan tersebut kepada Allah.
Ok, 1 usaha telah dilakukan. Maka beranjak pada usaha selanjutnya, yaitu memburu beasiswa BU dari DIKTI. Sebenarnya, prioritas untuk bersekolah S2 di Indonesia adalah pilihan yang ke-2 jika lamaran di luar negeri tidak ada yang lolos. Hehe... Buku pedoman BU sebenarnya sudah saya download dari jauh-jauh hari. Namun, file tersebut masih tersimpan dengan indahnya di folder dalam laptop saya. Sampai 1 hari yang benar-benar mengubah arah hati saya. Kala itu, saya ke kampus (bukaan, bukan nongkrong-nongkrong ga jelas di kantin kok..hehe). Biasa, mengecek pengumuman di papan kampus. Ada pengumuman lowongan kerja, pengumuman beasiswa macem-macem, sampai pengumuman nilai-nilai kuliah. Hehe... Tiba fokus saya pada pengumuman beasiswa BU untuk universitas-universitas di Indonesia. Saya cermati tanggalnya, dan jeng...jeng...jeng...deadline-nya tinggal 10 hari (minus 2 hari libur) dari hari tersebut. Saya langsung menanyakan perihal beberapa hal kepada seksi akademik pascasarjana di fakultas saya. Setelah memahami beberapa hal itu saya mengkonfirmasi kembali dengan membaca lagi e-book panduan pengajuan BU. Setelah check-list ini itu, saya kemudian tertuju pada poin perjanjian kerjasama dengan DIKTI untuk bersedia ditempatkan dimanapun di seluruh Indonesia dimana DIKTI membutuhkan. Agak dag-dig-dug-der sih membaca syarat tersebut. Untuk menanggulangi kegalauan saya, saya lalu berkonsultasi dengan dosen andalan yang selalu saya repotin ini itu. Saya menceritakan semua seluk-beluk mengenai beasiswa yang akan saya lamar ini. Kemudian tiba pada tujuan utama saya yaitu meminta rekomendasi beliau untuk saya dapat “nyantol” di salah satu universitas di Jawa. Kemudian, dengan baik hati beliau memberikan beberapa pilihan universitas. Ada 2 pilihan yang saya ambil.
Esoknya saya sudah menemui pihak yang terkait dengan 2 pilihan universitas yang saya ambil terebut. 1 orang dosen dari jurusan saya dan 1 orang rektor yang kebetulan juga menjadi tenaga pengajar senior di fakultas. Setelah berkonsultasi dengan 2 dosen tersebut secara empat mata, maka Allah menentukan bahwa jalan saya bukan disana. Alasan yang sama, jurusan S1 saya belum memenuhi kompetensi pada jurusan yang ada pada 2 universitas tersebut yang akan saya lamar. Malah salah seorang dari dosen tersebut berkata,
“Di sini gaji dosennya masih kecil lho,dek...apa gak papa tuh?”
(bahkan saya belum berpikir tentang gaji yang akan saya terima...hehe)
Tapi nothing to lose lah, yang saya syukuri adalah saya dapat berbincang dengan 2 orang hebat pada 2 hari itu. Tidak semua mahasiswa mempunyai kesempatan seperti itu, kecuali dalam rangka bimbingan skripsi lho yaa J. Setelah itu saya melaporkan hasil pertemuan tersebut kepada dosen supervisor saya. Hari itu juga, saya melengkapi segala berkas yang belum terselesaikan karena kegalauan “penempatan dimanapun” itu. Sudah H-2 dari deadline pengumpulan semua berkas ke direktorat akademik. Tidak terbayang dulu 2 hari yang cukup membuat ngos-ngosan mirip orang habis lari marathon itu J. Untungnya saya mempunyai partner pelamar BU juga yang 1 frekuensi, jadi kami dapat saling memberi informasi terkini terkait beasiswa tersebut dan simpang siur info yang ada. Udah mirip kayak detik.com,hehe...
            Alhamdulillah, atas izin Allah, semua berkas dapat saya selesaikan sampai tuntas pada tanggal yang ditentukan. Tinggal menunggu untuk tes ujian masuk dan dinyatakan resmi untuk menjadi mahasiswa pasca-sarjana UGM. Waktu yang cukup mendebarkan namun penuh optimisme. Mungkin sampai pada tahap akhir ini, yang ingin saya sampaikan ke teman-teman adalah mengenai ridho orang tua. Ceritanya saya selalu minta doa (entah via sms atau telepon) kepada orang tua pada setiap tahap pelamaran. Mulai dari memenuhi semua syarat pemberkasan, ketemu dosen dan birokrasi terkait, mengisi formulir online, dan tentu saja saat ujian masuk pascasarjana UGM. Karena saya percaya, kuatnya doa orangtua ibarat 100 kali lipat usaha yang telah kita lakukan.

"Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang dizholimi, doa orang yang bepergian (safar) dan doa baik orang tua pada anaknya." (HR. Ibnu Majah).

            Beberapa waktu kemudian hasil ujian masuk (UM) UGM sudah diumumkan. Atas ridho Allah, saya lolos UM tersebut dan diterima sebagai mahasiswa pascasarjana UGM. Sekarang tinggal dag-dig-dug-der menunggu hasil pengumuman dari BU. Karena daftar ulang mahasiswa baru waktunya cukup dekat dari pengumuman UM tersebut, maka saya sangat menggantungkan nasib pada BU. Saat itu memang ada teman-teman yang sudah membayar untuk heregistrasi, namun saya lebih memilih untuk menunggu betul hasil BU tersebut..alasan utamanya ya karena tidak ada biaya bahkan untuk membayar uang 1 semesternya pun.
            Dan pada suatu sore, handphone saya berbunyi. Hmm...dari teman waktu S1 saya dulu (yang juga penerima BU tahun 2011). Kemudian saya angkat telpon tersebut,
“Udah buka internet belom,Tis?” kata dia
“Hm...udah sih tadi, tapi cuma ngecek email sama facebook aja...hehe” kata saya sekenanya
“Payah! Kamu lolos BU tauuuk...!!”
Hening sejenak...
Kemudian saya langsung berteriak, “Allahu akbar!!!! Alhamdulillah...subhanallaaah”
(pokoknya nyebut semua deh,.)
“Beneran??? Ga bercanda kan??”
Rasanya udah mau nangis (tapi kepalang malu karena lagi banyak orang,hehe) dan kemudian saya sujud syukur, rasanya jantung udah melorot sampe ujung mata kaki. Kaki sudah tidak kuat, pengin buru-buru bersujud di hadapan-Nya. Saya masih tidak percaya, doa orangtua dan tentu saja doa saya terkabul. Belum selesai, pada saat itu juga saya langsung packing untuk pulang ke Solo (dari Jogja) sudah tidak sabar untuk memberi kejutan kepada kedua orang tua. Sepanjang jalan saya berpikir, kebaikan apa yang pernah saya lakukan sehingga Allah memberikan nikmat yang begitu besar seperti ini kepada saya?
Sesampainya di rumah setelah makan malam, saya memberitahukan kepada kedua orang tua,
“Mama...papa...insya Allah saya masih 2 tahun lagi di Jogja. Mohon doanya yaa..”
Orang tua saya masih bingung, lalu kemudian...
“Hah...kamu lolos BU,nduk??” kata Mama saya setengah tercekat
Saya hanya bisa mengangguk, udah pengin nangis rasanya.
Secara bersama kedua orang tua saya memeluk saya sambil tak hentinya mengucap syukur kepada sang khaliq, Allah SWT
“Alhamdulillah...Ya Allah”
Pada akhir hari itu, tengah malamnya saya mendengar lagi ibu dan bapak saya berbincang. Dan 1 kalimat yang masih saya ingat sampai detik ini (bahkan mungkin tidak akan pernah terlupa).
“Alhamdulillah,Pa...Mama seneng banget Titis mendapat beasiswa itu. Lega banget rasanya. Mulai sekarang kita perbanyak lagi sedekahnya ya”.


Ya Allah, Engkau telah menampakkan kembali kebesaran-Mu. Sayangilah kami dengan kemampuan kami menjaga amanah yang Engkau berikan ini, Ya Allah. Semoga bermanfaat untuk bangsa, negara, dan diri kami. Semoga Engkau mudahkan pula jalan teman-temanku pemburu beasiswa yang lain. Amiin,,,


Selasa, 28 Februari 2012

Singapura Lagi : Perjalanan Memperkenalkan Gunung Kidul dan Indonesia


Setelah 6 bulan lamanya tidak bertemu, akhirnya semua partisipan JEEF YELP 2011 dipanggil lagi ke Singapura. Kali ini kami mempunyai misi untuk mempresentasikan hasil project kami (untuk para grantees) serta exhibition untuk semua peserta. Kesempatan yang tak mungkin saya sia-sia kan. Di tengah hiruk-pikuknya persiapan wisuda saya, saya harus mengejar semua target dan penugasan untuk pertemuan di Singapura yang ke-2 ini. Online tiap hari sampai jam 2 malam menjadi rutinitas saya 2 minggu tersebut. Siang pontang-panting cari syarat-syarat buat wisuda, malamnya melek sampe jam 2 pagi itu. Yah,inilah sebuah pengalaman baru pula. Karena kami terpisah oleh negara, maka kami melakukan conferrence untuk meeting via facebook (lagi-lagi saya katakan, facebook sangat berarti bagi saya…hehe). Kami melaksanakan tugas yang namanya Task Force. Tugas pada tim kami adalah Networking. Bagaimana membangun jaringan dari alumni YELP kepada dunia luar. Sungguh bukan tugas yang mudah. Kami diharuskan meng-update web…mengumpulkan data-data di dalamnya…dan kami belajar arti tanggung jawab. Well, alhamdulillah semua penugasan berhasil kami selesaikan. Kalau kata teman saya ini disebut CRAM! Just do what u gotta do in a very last minute! Hahahha…


Berangkat ke Singapura lagi…
Enaknya 2 kali terbang ke sana gratis, Subhanallah. Barangsiapa yang berdagang dengan Allah maka dagang itulah yang paling menguntungkannya. Kali ini dengan kondisi badan yang agak flu. Karena itulah, saya mengalami sakit kepala yang luar biasa tiap kali pesawat akan landing. Subhanallah, saya kali itu benar-benar pasrah sama Allah. Istighfar…takbir…shalawat…talmid…tahmid…semua sudah terucap. 2 kali landing yang sangat amat luar biasa. Tapi untungnya, gendang telinga saya masih bisa selamat (sampai saat ini). Sesampainya di Singapura, saya gak lagi ndeso seperti di awal pertama kali kesana. Tapi, tiap kali menginjak Changi Airport saya selalu terkagum olehnya. Betapa pintar manusia-manusia Singapura ini J. Mereka mampu merealisasikan sebuah bandara yang dimana Anda mungkin tidak dapat menyadari kali itu Anda sedang di mall atau ya memang Anda sedang di bandara. Ya,mereka mampu membangun sebuah bangunan ultramodern, bandara terbaik di dunia, Changi International Airport. Penjemputan kali ini kami bertemu dengan seorang baru. Gabriel namanya. Mahasiswa dari NTU yang kali ini juga ikut serta sebagai panitia. Sangat friendly, ganteng, cool, keliatan pinter..hmm J. Namun kali ini, tak ada lagi Chrystler! Hahaha… Tapi okelah,,yang penting kita sampai di Bencoolen Hotel. Hotel yang akan kami tempati  sampai 4 hari ke depan ini. Hari pertama kami sampai di Singapura untuk yang kedua kalinya ini merupakan hari yang benar-benar kami nantikan selama 6 bulan ini. Bertemu dengan teman-teman...reunian dengan orang yang 6 bulan lalu baru saja kami kenal. Namun, pertemuan kali itu luar biasa. Rasa rindu itu ternyata sangat besar dan kami saling berpelukan melepas rindu itu... Selepas itu, kami makan malam di restoran yang juga adalah restoran pertama saat pertemuan Agustus silam, McKenzie Restaurant. Malam itu, kami habiskan dengan mempersiapkan presentasi untuk keesokan harinya.

Keesokan harinya, masing-masing grantee mempresentasikan hasil projectnya. Begitupun kami,Task Force. Dalam perjalanan kerja ini, kami kehilangan kapten tim. Saw Yan Naing. Hm…he was lost. Sepertinya dia mengalami perubahan prioritas hidup, sehingga tak dapat lagi bersama kami di YELP. 1 hari ini juga sangat luar biasa. Workshop all day long. Pemateri yang keren-keren. Satu orang yang memukau kami adalah Mr.Dorji San, CEO dari Carbon apa gitu. Sebuah perusahaan yang luar biasa. Menolong pemerintah dan industri untuk menanggulangi emisi karbon yang dihasilkan karena aktivitasnya. Mr.Dorji San mengubah paradigma kami. Selama ini, yang kita tahu…aktivis lingkungan hanya melakukan aktivitas suka rela sehingga membuat aktivitas ini layaknya part time saja. Namun, he told that nature gives us everything. And we should not be a parttimer to be with it. So, kenapa anda tak menjadikan aktivitas itu juga menghasilkan uang dan menjadikannya pekerjaan utama bagi anda? Great! Extremely, he changed our mind! Luar biasa Mr.San…
Setelah workshop yang kami lalui 1 hari full, saatnya istirahat. No hang out. Karena keesokan harinya kami akan melalui sebuah hari yang luar biasa lagi. 
....continued ke "Dr. Vivian Balakrishnan dan Night Safari Zoo"

Dr. Vivian Balakrishnan dan Night Safari Zoo


Hari ke-11 di bulan Februari mungkin menjadi satu hal yang fenomenal bagi saya. Karena hari ini, kami akan bertemu dengan seorang pejabat penting di Singapura. Oke, actually...kali ini kami akan bertandang ke Fort Canning Park. Sebuah taman di jantung Singapore City yang sangat indah dan sejuk. Awalnya saya belum bisa membayangkan, bagaimana negara sekecil Singapura ini masih bisa menyisakan tanahnya sekedar untuk memberi waktu yang lebih lama kepada bumi untuk bernafas. Dengan menggunakan bus, Alhamdulillah kami sampai di Fort Canning Park. Agenda penting hari ini adalah presentasi dari masing-masing grantees di depan puluhan NGO, pelajar, dan masyarakat umum. Selain itu, kami juga mendapatkan sertifikat dari JEEF (Japan Environmental Leadership Forum). Yang menjadi special dari agenda hari ini adalah datangnya seorang Menteri Lingkungan Hidup Singapura, beliau adalah Dr. Vivian Balakhrisnan. Orang yang sangat ramah, cerdas, dan berjiwa muda J. Dalam pidatonya, beliau menjelaskan bagaimana keadaaan dunia tempat hunian kita saat ini dan bagaimana Singapura berperan dalam mentransformasikan dirinya dalam usaha memperbaiki kondisi lingkungan dunia kita. Saat setelah seminar, kami mempunyai waktu untuk networking party. Saat itu, saya manfaatkan untuk memberi kenang-kenangan langsung kepada Pak Menteri Vivian. Dan saat itu pula, kami mendapat kesempatan untuk foto bersama pak menteri, ayeeee!! Haha... Nah, ini sekaligus tips buat kawan-kawan sekalian. Bawalah cinderamata dari negeri kita untuk Guest of Honour yang datang. Niscaya, insya Allah kamu bisa foto bareng dia. Haha... but, trust me. It works! Saya juga sudah membuktikannya di pertemuan pertama Agustus silam. Saat itu, GOH yang datang adalah seorang walikota (atau semacam anggota dewan di daerah Singapore City).
Selain dari seminar, masing-masing partisipan diberi kesempatan untuk melakukan exhibition. Waaaw...kesempatan yang sekali lagi tidak akan saya sia-siakan,haha. Kali ini saya membawa 3 brosur, dengan tujuan memperkenalkan proyek kelorisasi kami, memperkenalkan Bright Idea Community, dan memperkenalkan organic fertilizer kami di Agroraya Madani. Tidak lupa saya jualan...dasar otak bisnis beneeerr,,haha. Saya bawa kerajinan dari Gunung Kidul, dan setengah dari dagangan saya ludes...alhamdulillah, jadi ga perlu berat-berat bawa lagi ke Indonesia. Hehehe...
Setelah agenda di Fort Canning Park selesai, di jadwal tertulis “secret event”. Hmmm....??? Appaaa yaaa??? Nobody knows..except Joanna and Novabelle :P. Oke, jam 7 malam waktu Singapura kami meluncur lagi. Rasa lelah masih ada tentu, tapi secret event ini lebih exciting! Pertama kami diturunkan di suatu kawasan dekat Orchard. Agendanya makan J. Yang membuat amaze...restoran kali ini adalah Japanese Halal Food Restaurant!! And here,you can grab all the things u want to eat! Hahahaha...what the...!! Kali itu saya makan sushi (4 macem), udang goreng, tempura, kue keju-coklat, duren, es krim, trus apa lagi sampe lupa...forget diet for this time! Hahaha... After that, tiba2 ada kue tart. Kami semua menyanyikan lagu happy birthday, walau tanpa tau siapa sebenarnya yang birthday. Haha... everyone was staring at us... Lalu, mbak pili seorang anggota consortium dari Indonesia, memberikan penjelasan. Bahwa sebenarnya memang tidak ada yang ulang tahun saat itu. Tapiiiii....ada yang lebih , yaitu salah satu dari kita saat itu akan menikah! Haha... Dialah pemborong jualan saya tadi siang. Seorang yang ramah dari Vietnam, Mr. Do Thu Tao kami memanggilnya Mr. Hiep. Oalaaaah...jadi dia borong barang-barang saya tadi itu buat calon istrinya to...romantis bgt...hehehe..
Saya kira, makan sepuasnya di restoran Jepang itu adalah ‘secret event’ yang dimaksud. Ternyata, belum! Itu Cuma pemanasan buat ngisi perut aja. Oke, the show was going on. Kita naik bus lagi selama kurang lebih 45 menit. Cukup jauh dari jantung kota Singapore City. Dan tiba-tiba Azira, teman delegasi dari Malaysia melihat papan di pinggir told an berteriak... “woooww...are we going to Night Safari????” dan ternyataaaaaa....beneeeerrr bangeeeeettt!!! Kita semua teriak-teriak dan berjingkrak di dalam bus. Sebuah “secret event” yang tidak pernah terprediksi, dan boro-boro terbayangkan. It’s more than our wish. Bayangin, ibarat kita tiba-tiba dapet duit Sing $50 (sekitar hampir Rp 400.000) cuma buat masuk ke sebuah kebun binatang. Huwaaaww...!! Gembira Loka di Jogja yang harganya Rp 12.000 aja kita dah males masuk, eee...iniii,,mungkin kalo ga dibayarin juga ga bakal masuk sana kali yaa...haha. Dan ternyata harga segitu juga pantas untuk apa yang kita dapatkan. There, we got an animal show!! Binatangnya ga kayak di Taman Safari-nya Indonesia sih...disana yang ikut show itu...rakun, tupai, ular, srigala, singa, dan (yang ga pernah terbayangkan) Hyena. Huaaaah...ga ngebayangin cara ngelatih tu bocah-bocah binatang gimana caranya. Di tengah-tengah show, tiba-tiba sang pembawa acara mengejutkan kami dengan adanya ular di bawah bangku salah seorang penonton. Gyaaaa...itu adalah binatang yang paling paling paling saya takuti. Mana dibawa lari-lari di seluruh arena tempat duduk penonton pula...gyaaa... >.<
Setelah dari show itu, kami berkeliling kebun binatang menggunakan trem. Boleh motret, tapi tanpa flash yaa...biar ga pada takut,hehe. Well, sebenernya tempat itu lebih tepat saya sebut hutan. Yaa...hutan,,karena semua makhluk bebas..tanpa ada pembatas antara hewan dan manusia...manusia dengan tumbuh-tumbuhan...dan kita benar-benar dapat menghirup segarnya hawa malam hutan tropis Malaysia. Subhanallah, saya belum pernah melihat binatang-binatang itu dengan mata kepala saya sendiri. Segala puji bagi Allah, saya diberikan kesempatan untuk melihat wujud makhluknya dalam bentuk yang lain lagi. Disana kita bisa lihat jerapah berjalan dengan anggunnya, rusa, kerbau, tapir, babi, sapi benggala yang gedenya masya allah, burung onta, binatang yang mirip panda lucu banget tapi saya lupa namanya (hehe), gajah afrika, hyena yang kalo di tv terlihat sangat buas, singa dengan rambut Rejoice-nya, harimau Sumatra, hutan tropis Malaysia, dan lain-lain. Subhanallah... Oke, that was the end of that day. Hari yang sangat luar biasa, ditutup dengan brifing terakhir sekaligus say goodbye. Karena esok hari kita belum tentu bisa bersama-sama lagi. Karena mungkin dari kita sudah mempunyai rencana masing-masing. Yah, sebuah pertemuan dan persahabatan yang sangat indah. Singapura adalah negara tujuan internasional pertama saya, dan disana pula saya menemukan sahabat-sahabat internasional saya. Terima kasih Ha, Suzy, Lucy, Bell, Andel, Juju, Azira, Teh Wida, Kevin, Lionel, Leon, Saw, Kazue, Rie, Joanna, Novabelle, Scott (TiKe), dan Gabriel.


Singapore! My first international destination and it's in the blessed month of Islam,Ramadhan..olala...!


Pergi ke luar negeri? Saya pikir semua orang pasti memimpikannya. Menjelajah belahan lain dari dunia ini, melihat rupa orang-orang di dalamnya, dan lain-lain. Begitupun saya. Berawal dari kegemaran surfing di internet (If u say facebook is disadvantage for u, but not for me. Coz it paid me fly to Singapore!), saya menemukan ada event tentang lingkungan yang dilaksanakan di Singapura. Saya coba apply, buat essay, lengkapin syarat-syarat, dan Alhamdulillah...karena kuasa Allah, saya diizinkan ikut acara tersebut. Di tengah hiruk-pikuk bulan puasanya orang Indonesia, saya berangkat ke Singapura pada tanggal 9 Agustus 2011, dengan diantar full family team ke bandara Adi Sutjipto Yogyakarta. Semua berawal dari ‘yang pertama’ kan? Oke,so ini adalah serba pertama bagi saya. Pertama kalinya check in di bandara, pertama kalinya naik Garuda Indonesia, pertama kalinya makan masakan pesawat, dan pertama kalinya menginjakkan kaki di bandara terbaik di dunia, Changi International Airport.
Apa yang kamu rasakan pertama kali saat menginjak tanah yang far far away from your home? If me...i feel so nervous. Apalagi dengan imej pertama Singapore adalah Changi Airport, yang sangat jauh jauh 100 kali lipat lebih keren daripada bandara Soekarno-Hatta. Just say, waw!! Karena ndeso, saya ambil foto di semua sudut-sudut indah Changi Airport,hihi... Setelahnya, kami dijemput oleh panitia YELP yaitu Novabelle dan TK (Scott), a really nice welcoming day. Keluar dari bandara, kami disuguhi Chrystler!!! Wuaaaaooow....cihuuuiiiiy....taksi mahal yang hanya delegasi Indonesia saja yang menaikinya, dengan penampilan sopir yang mirip bodyguard di film-film Hollywood 

Kami diantarkan ke sebuah hotel bernama Santa Grand Hotel, di daerah Bugis. Dekat sekali dengan masjid terbesar di Singapura, Sultan Mosque. Malamnya semua delegasi sudah berkumpul untuk makan malam alias buka puasa kalo buat kami. Wuiiih....tambah deg2an. Tapi ternyata, they’re really nice and funny also,haha... Setelah perkenalan singkat itu, kami kembali ke hotel untuk persiapan presentasi keesokan harinya.
Tanggal 10 Agustus, kami mempresentasikan masing-masing project lingkungan kami. Program yang saya bawa adalah Agroforestry of Moringa oelifera for Water Conservation and Water Purification in Community Empowerment Program. Setelah presentasi, kami melakukan wawancara langsung dengan JEEF yaitu Ms. Kazue Tsukahara, Ms. Rie Takeda, Ms. Thao Do (Greenocom-Vietnam) dan alumni YELP 2010, Ms. Joanna Tan. Dalam wawancara itu, mereka menyarankan saya untuk mengubah produk yang menjadi outputnya. Bukan pemanfaatan biji moringa sebagai penjernih air, namun pemanfaatan daunnya sebagai food supplement karena dirasa cash flow-nya akan lebih cepat bergerak dibanding biji. Sungguh merupakan masukan yang sangat berarti, karena kemudian saya dan tim melakukan hal yang disarankan tersebut. Namun sayangnya, mungkin juga Allah mengetahui batas kemampuan saya...hibah pada event ini belum dapat saya raih. Tak apa, masih ada 999 jalan menuju Roma,hehe...
Hari berikutnya, kami melakukan workshop...full day!! Sungguh luar biasa materi yang disampaikan dari orang-orang yang luar biasa pula. Workshop pertama disuguhkan oleh Mark Cheng, manager dari Avelife. Pemuda yang mendapat pengahrgaan sebagai Young Enterpreneur Singapore. Ia menyampaikan kurang lebih tentang “How to Run Your Own Project”. Workshop ke-2, disampaikan oleh tim dari Nanyang Technological University (NTU), selanjutnya oleh Jody Liu (tentang Avelife), dan di akhir disampaikan oleh tim dari SMU (Singapore Management University). Hari yang luar biasa.
Hari ke-4 di Singapura, kami diajak ke sebuah pulau yang tidak sembarang orang dapat masuk ke dalamnya. Namanya Pulau Semakau. Untuk masuk ke pulau ini, kita harus mengantongi izin dari Kementrian Lingkungan Hidup-nya Singapura. I was really amazed!!! Kita dibawa naik boat dari Marina Port ke Pulau Semakau. Waktu tempuhnya sekitar 45 menit. Cukup banyak waktu lah buat foto-foto,hehe...
 
Pulau Semakau adalah sebuah pulau tempat pembuangan sampahnya Singapore! Doenk! What’s on ur mind if I said like that? Mungkin kamu akan berpikir pulau ini sangat bau, berantakan, sampah dimana-mana, dan mungkin banyak pemulung?? (haha..kayak disini aja :P). Well, semua salah. Saat kau masuk pulau ini, tak ada sedikit pun bau, so boro-boro sampah. Pulau Semakau adalah pulau kecil yang sangat indah! Penggabungan dari keindahan alam dan luar biasanya teknologi yang dibuat manusia. Kami diajak berkeliling pulau, melihat banyaknya pohon bakau untuk meredam gelombang air laut, banyaknya burung dan kupu-kupu, banyaknya vegetasi liar yang tumbuh dengan alami, dan hawa pantai yang sangat segar. Dan 1 hal lagi, kamu tidak akan pernah menyangka bahwa sebagian tanah yang kamu pijak disana adalah artificial land alias daratan buatan. Setiap hari sebuah kapal besar berlayar dari Singapura ke pulau ini, dengan muatan berupa SAMPAH!.Kemudian di pulau ini, mereka mengubahnya menjadi pupuk. Bahkan menurut informasi, sampah plastic yang merupakan sampah paling sulit untuk ditangani, mereka jadikan pembangkit listrik dengan cara membakarnya. Dan abu sisa pembakaran, dibawa ke pulau semakau untuk sama-sama dijadikan pupuk. Kalo pengin tau lebih banyak, googling aja. Dan siap-siap terpesona dengan apa yang kamu dapat J. Di hari yang sama setelah kami kembali dari pulau, kami dibawa ke Marina Barrage. Marina Barrage adalah sebuah museum yang menyuguhkan transformasi Singapura menjadi sebuah negara yang makmur seperti sekarang ini. Singapura dahulu merupakan sebuah negara yang kotor, miskin air, miskin sumber daya alam, bahkan untuk air saja mereka mengimpor dari Malaysia dan Indonesia. Namun 50 tahun silam, Lee Kuan Yu, presiden yang menjabat kala itu mengubah cara berpikir masyarakat. Ya, perubahan yang menjadikan Singapura maju seperti sekarang ini dikarenakan adanya perubahan paradigm masyarakat. Pemerintah dan masyarakat bekerja sama untuk menciptakan yang mereka sebut dengan “sustainable Singapore”. Sehingga, yang kita temui saat ini adalah Singapura yang sejuk, bersih, aman, serta kehandalan teknologi mampu mengubah mereka menghasilkan air minum dari air laut, bahkan dapat dikomersilkan dengan merk “NuWater”. Sungguh, sebuah perjalanan panjang merealisasikan mimpi, dan kini orang-orang Singapura selalu membanggakan pendahulunya J

Setelah dari Marina Barrage, kami lanjutkan perjalanan menuju Queenstown. Sebuah kota kecil yang didalamnya mayoritas dihuni oleh kaum Chinese. Satu hal yang menarik mengapa kami dibawa kemari adalah, ada satu komunitas orang Chinese yang melakukan kegiatan berupa kerajinan dari barang-barang daur ulang. Mereka adalah para wanita yang sudah nenek-nenek,hihi... Kami diajari membuat bunga dari plastic daur ulang. Gampang sih,,Cuma aku aja yang gak bisaaa....huuuufft >.<

Setelah lama perjalanan menimba ilmu, saatnya kami pulang ke negara masing-masing. Dengan membawa oleh-oleh dan pekerjaan rumah yang sangat banyak. Berbicara tentang oleh-oleh, China Town menjadi tempat yang asyik buat berburu oleh-oleh. Tempat ini berupa pasar souvenir, yang sangat kental nuansa orientalnya. Kalau mau kesana, tunggu jam buka pasar ini yaitu jam 10 pagi. Pengalaman menarik kala itu, saya dan teman harus berlari kesana demi oleh-oleh untuk orang-orang tersayang di rumah. Padahal flight kami jam 13.00, dan pasar baru buka jam 10 serta kami harus sampai di bandara jam 12. Hahaha...itulah kasih sayang, kekuatannya membuat kau mampu berlari ke China Town, naik turun MRT, dan lari lagi ke hotel buat ambil koper. Btw,MRT adalah sejenis kereta cepat. Dia akan berhenti di stasiun-stasiun (MRT Station) yang tersebar di Singapura. Untuk menaikinya, kamu harus beli kartu yang berisi sesuai ongkos perjalanan kamu. Kalau mau ringkas, beli saja EZLink, berbentuk semacam kartu yang kalau memakainya tinggal di top-up saja, sekali top-up Sin $10.... And jangan lupa bawa peta! It’s a must, if u don’t wanna lost! >.<