KISAH
BU : DARI RIDHO ORANG TUA HINGGA INSPIRASI UNTUK BANGSA
Berbicara tentang
memburu beasiswa, saya yakin semua pemburu punya cerita masing-masing. Dari
cerita yang aneh-aneh, nekat, kejadian lucu-lucu, sampai yang bener-bener
menyedihkan...ditolak, dibentak-bentak, sampai mungkin dicuekin. Hehe... Tapi
dibalik kisah-kisah itu, pasti ada hal yang menginspirasi orang lain yang
diceritakannya. Minimal orang lain itu akan penasaran, “apa iya sih mencari
beasiswa itu “sebegitunya”?”. Kali ini saya akan menceritakan kisah dan
perjuangan saya menerima Beasiswa Unggulan dari DIKTI. Semoga bisa meninspirasi
teman-teman semua ^_^
Well,
kata-kata “beasiswa” mungkin sudah melekat di benak pikiran kita semenjak kita
melangkahkan kaki di bangku sekolah. Ada teman yang dapet beasiswa inilah,
beasiswa itulah, di sekolah ini, negara itu, besarnya segini, dapet ini itu,
huaaah...dan banyak lagi. Sebenarnya apa sih yang memotivasi seseorang buat
dapet beasiswa? Ya tentunya, sekolah gratis dan tidak lupa bahwa beasiswa juga
berarti PRESTASI! Sebagian besar orang pasti berpikiran seperti itu, di samping
tujuan-tujuan yang lain. Sebenarnya, singkat cerita semenjak duduk di bangku
sekolah dari SD sampe S1, saya belum pernah mendapat beasiswa. Karena selama
selang waktu sekolah itu, belum ada inspirasi yang masuk ke saya untuk “memburu”
beasiswa. Namun, sejak saya memutuskan untuk lanjut kuliah lagi setelah lulus
pendidikan tingkat sarjana (S1) saya menjadi berpikir. Hmm..kuliah S2? Apa yang
pertama terlintas di benak teman-teman? I
guess, kita semua pasti berpikir...”Mahal ya? Darimana biayanya?”. Berat
rasanya membayangkan uang sebanyak itu untuk saya yang terlahir di keluarga
yang menengah (bener-bener di tengah,hehe) yang mungkin bener kata orang “pas-pas’an”.
Alhamdulillah pas buat makan, pas buat beli baju, pas buat beli bensin...hehehe.
Maka dari itu, sejak saya udah mulai penelitian skripsi, saya sudah langganan
milist (mailing list) ataupun fan page beasiswa di facebook maupun
twitter. Saat itu, saya selalu terobsesi dengan yang namanya kuliah di luar
negeri. Setiap email atau informasi yang masuk membuat saya tambah puyeng lagi,
ada skor TOEFL-lah, sertifikat bahasa ini itu, research proposal, sampai ada yang mensyaratkan letter of recommendation dari profesor
dari universitas tujuan. Rasanya kayak hampir menyerah. Tapi ga juga
sih,lebaiiy..hehe.
Setelah, alhamdulillah,
saya berhasil diwisuda bersama teman-teman seperjuangan saya langsung
memutuskan untuk fokus pada pencarian beasiswa. Walaupun sempat tergiur juga
dengan mencari pekerjaan dan berwirausaha. Biasalah, perasaan seperti yang
dialami oleh sebagian besar fresh
graduate yaitu GALAU. Hehe... Alhamdulillah, orang tua juga meridhoi saya untuk
mencari beasiswa daripada mencari kerja. Lalu perjalanan dimulai dengan
menyasar beasiswa terkenal untuk sekolah di Eropa, Erasmus Mundus (EM). Kali
itu, supervisor saya menyarankan untuk mencoba melamar beasiswa EM. Namun yang
menjadi kendala kala itu yaitu bahasa. TOEFL harus di atas 575 dan harus
menguasai salah 1 bahasa ibu-nya orang Eropa (antara Jerman, Perancis, Itali,
dan lain-lain). Melihat syarat pertama, saya langsung memeras otak bagaimana
caranya mencapai itu semua. Akhirnya saya ikut kursus bahasa inggris intensif
di PPB UGM. Alhamdulillah hasilnya sangat memuaskan menurut saya, walaupun
masih belum mencapai syarat tersebut. Tapi saya tidak menyerah. Saya berniat
untuk nekat memasukan aplikasi ke EM. Namun kemudian, di tengah-tengah
perjuangan yang berdarah-darah itu (haha...lebaiy) ada pengumuman untuk
penerimaan beasiswa dari pemerintah Turki (Lisansusthu Scholarship) dan
Beasiswa Unggulan dari DIKTI. “Wah, kesempatan baru nih!” batin saya saat itu. Kalau
saya itung-itung, tidak ada salahnya nih ikutan. Saya sudah meminta kepada Allah
untuk ditempatkan dimanapun yang terbaik menurut-Nya.
Fase baru dalam
perburuan, saya melamar beasiswa Turki. Awalnya memang kurang bersemangat
karena belum begitu mengetahui kualitas universitas-universitas disana serta kondisi
negaranya (yang kata orang sekuler). Serta daya dukung orang tua kala itu
kurang besar karena memang sama-sama tidak tahu kondisi Turki seperti apa. Namun,
setelah mencari bersama google,
akhirnya saya memantapkan hati dan meyakinkan kedua orang tua untuk melamar
beasiswa tersebut. Aplikasi saya lengkapi di detik-detik terakhir. Dari mencari
rekomendasi dosen-dosen andalan saya, rekomendasi dari dekan, menerjemahkan
ijazah dan transkrip nilai ke dalam bahasa Inggris, tes TOEFL, membuat essay, dan
lain-lain. Akhirnya tepat pada pukul 00.00 kurang sedikit sebelum tenggat waktu
yang diberikan, saya berhasil meng-upload
semua berkas yang dipersyaratkan. Jika Allah pernah berfirman, "Dan
barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu."
(QS. Ath-Thalaq: 3). Dari situ, saya benar-benar memasrahkan segala usaha yang
telah saya lakukan tersebut kepada Allah.
Ok, 1 usaha telah
dilakukan. Maka beranjak pada usaha selanjutnya, yaitu memburu beasiswa BU dari
DIKTI. Sebenarnya, prioritas untuk bersekolah S2 di Indonesia adalah pilihan
yang ke-2 jika lamaran di luar negeri tidak ada yang lolos. Hehe... Buku
pedoman BU sebenarnya sudah saya download
dari jauh-jauh hari. Namun, file tersebut masih tersimpan dengan indahnya di
folder dalam laptop saya. Sampai 1 hari yang benar-benar mengubah arah hati
saya. Kala itu, saya ke kampus (bukaan, bukan nongkrong-nongkrong ga jelas di
kantin kok..hehe). Biasa, mengecek pengumuman di papan kampus. Ada pengumuman
lowongan kerja, pengumuman beasiswa macem-macem, sampai pengumuman nilai-nilai
kuliah. Hehe... Tiba fokus saya pada pengumuman beasiswa BU untuk
universitas-universitas di Indonesia. Saya cermati tanggalnya, dan
jeng...jeng...jeng...deadline-nya tinggal 10 hari (minus 2 hari libur) dari
hari tersebut. Saya langsung menanyakan perihal beberapa hal kepada seksi
akademik pascasarjana di fakultas saya. Setelah memahami beberapa hal itu saya
mengkonfirmasi kembali dengan membaca lagi e-book
panduan pengajuan BU. Setelah check-list
ini itu, saya kemudian tertuju pada poin perjanjian kerjasama dengan DIKTI
untuk bersedia ditempatkan dimanapun di seluruh Indonesia dimana DIKTI
membutuhkan. Agak dag-dig-dug-der sih membaca syarat tersebut. Untuk
menanggulangi kegalauan saya, saya lalu berkonsultasi dengan dosen andalan yang
selalu saya repotin ini itu. Saya menceritakan semua seluk-beluk mengenai
beasiswa yang akan saya lamar ini. Kemudian tiba pada tujuan utama saya yaitu
meminta rekomendasi beliau untuk saya dapat “nyantol” di salah satu universitas
di Jawa. Kemudian, dengan baik hati beliau memberikan beberapa pilihan
universitas. Ada 2 pilihan yang saya ambil.
Esoknya saya sudah
menemui pihak yang terkait dengan 2 pilihan universitas yang saya ambil
terebut. 1 orang dosen dari jurusan saya dan 1 orang rektor yang kebetulan juga
menjadi tenaga pengajar senior di fakultas. Setelah berkonsultasi dengan 2
dosen tersebut secara empat mata, maka Allah menentukan bahwa jalan saya bukan
disana. Alasan yang sama, jurusan S1 saya belum memenuhi kompetensi pada
jurusan yang ada pada 2 universitas tersebut yang akan saya lamar. Malah salah
seorang dari dosen tersebut berkata,
“Di sini gaji dosennya masih kecil
lho,dek...apa gak papa tuh?”
(bahkan saya belum berpikir tentang gaji
yang akan saya terima...hehe)
Tapi nothing
to lose lah, yang saya syukuri adalah saya dapat berbincang dengan 2 orang
hebat pada 2 hari itu. Tidak semua mahasiswa mempunyai kesempatan seperti itu,
kecuali dalam rangka bimbingan skripsi lho yaa J. Setelah itu
saya melaporkan hasil pertemuan tersebut kepada dosen supervisor saya. Hari itu
juga, saya melengkapi segala berkas yang belum terselesaikan karena kegalauan “penempatan
dimanapun” itu. Sudah H-2 dari deadline pengumpulan semua berkas ke direktorat
akademik. Tidak terbayang dulu 2 hari yang cukup membuat ngos-ngosan mirip
orang habis lari marathon itu J. Untungnya saya mempunyai partner
pelamar BU juga yang 1 frekuensi, jadi kami dapat saling memberi informasi terkini
terkait beasiswa tersebut dan simpang siur info yang ada. Udah mirip kayak
detik.com,hehe...
Alhamdulillah,
atas izin Allah, semua berkas dapat saya selesaikan sampai tuntas pada tanggal
yang ditentukan. Tinggal menunggu untuk tes ujian masuk dan dinyatakan resmi
untuk menjadi mahasiswa pasca-sarjana UGM. Waktu yang cukup mendebarkan namun
penuh optimisme. Mungkin sampai pada tahap akhir ini, yang ingin saya sampaikan
ke teman-teman adalah mengenai ridho orang tua. Ceritanya saya selalu minta doa
(entah via sms atau telepon) kepada orang tua pada setiap tahap pelamaran.
Mulai dari memenuhi semua syarat pemberkasan, ketemu dosen dan birokrasi
terkait, mengisi formulir online, dan tentu saja saat ujian masuk pascasarjana
UGM. Karena saya percaya, kuatnya doa orangtua ibarat 100 kali lipat usaha yang
telah kita lakukan.
"Tiga
doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang dizholimi, doa
orang yang bepergian (safar) dan doa baik orang tua pada anaknya." (HR.
Ibnu Majah).
Beberapa
waktu kemudian hasil ujian masuk (UM) UGM sudah diumumkan. Atas ridho Allah,
saya lolos UM tersebut dan diterima sebagai mahasiswa pascasarjana UGM.
Sekarang tinggal dag-dig-dug-der menunggu hasil pengumuman dari BU. Karena
daftar ulang mahasiswa baru waktunya cukup dekat dari pengumuman UM tersebut,
maka saya sangat menggantungkan nasib pada BU. Saat itu memang ada teman-teman
yang sudah membayar untuk heregistrasi, namun saya lebih memilih untuk menunggu
betul hasil BU tersebut..alasan utamanya ya karena tidak ada biaya bahkan untuk
membayar uang 1 semesternya pun.
Dan
pada suatu sore, handphone saya
berbunyi. Hmm...dari teman waktu S1 saya dulu (yang juga penerima BU tahun
2011). Kemudian saya angkat telpon tersebut,
“Udah buka internet belom,Tis?” kata dia
“Hm...udah sih tadi, tapi cuma ngecek email
sama facebook aja...hehe” kata saya sekenanya
“Payah! Kamu lolos BU tauuuk...!!”
Hening sejenak...
Kemudian saya langsung berteriak, “Allahu
akbar!!!! Alhamdulillah...subhanallaaah”
(pokoknya nyebut semua deh,.)
“Beneran??? Ga bercanda kan??”
Rasanya udah mau nangis (tapi kepalang
malu karena lagi banyak orang,hehe) dan kemudian saya sujud syukur, rasanya
jantung udah melorot sampe ujung mata kaki. Kaki sudah tidak kuat, pengin
buru-buru bersujud di hadapan-Nya. Saya masih tidak percaya, doa orangtua dan
tentu saja doa saya terkabul. Belum selesai, pada saat itu juga saya langsung packing untuk pulang ke Solo (dari
Jogja) sudah tidak sabar untuk memberi kejutan kepada kedua orang tua.
Sepanjang jalan saya berpikir, kebaikan apa yang pernah saya lakukan sehingga Allah
memberikan nikmat yang begitu besar seperti ini kepada saya?
Sesampainya di rumah
setelah makan malam, saya memberitahukan kepada kedua orang tua,
“Mama...papa...insya Allah saya masih 2
tahun lagi di Jogja. Mohon doanya yaa..”
Orang tua saya masih bingung, lalu
kemudian...
“Hah...kamu lolos BU,nduk??” kata Mama
saya setengah tercekat
Saya hanya bisa mengangguk, udah pengin
nangis rasanya.
Secara bersama kedua orang tua saya
memeluk saya sambil tak hentinya mengucap syukur kepada sang khaliq, Allah SWT
“Alhamdulillah...Ya Allah”
Pada akhir hari itu, tengah malamnya
saya mendengar lagi ibu dan bapak saya berbincang. Dan 1 kalimat yang masih
saya ingat sampai detik ini (bahkan mungkin tidak akan pernah terlupa).
“Alhamdulillah,Pa...Mama seneng banget
Titis mendapat beasiswa itu. Lega banget rasanya. Mulai sekarang kita perbanyak
lagi sedekahnya ya”.
Ya
Allah, Engkau telah menampakkan kembali kebesaran-Mu. Sayangilah kami dengan kemampuan
kami menjaga amanah yang Engkau berikan ini, Ya Allah. Semoga bermanfaat untuk
bangsa, negara, dan diri kami. Semoga Engkau mudahkan pula jalan teman-temanku
pemburu beasiswa yang lain. Amiin,,,
great post, saya bisa merasakan pengalamannya yang luar biasa, good luck
BalasHapusAssalamualaikum Wr. Wb.
BalasHapusSalam kenal kak, saya Arif Tirtana, sekarang saya sedang menempuh S1 dibidang pertanian juga di salah satu PTN daerah jawa. cita-cita dan minat saya kedepannya saya ingin menjadi seorang dosen dan peneliti, dan untuk mewujudkan cita-cita serta minat saya tersebut, tentunya saya harus melanjutkan pendidikan setidaknya ke S2. Anda mungkin mempunyai saran untuk saya kedepannya agar dapat menjadi penerima beasiswa pascasarjana dari DIKTI seperti anda. soalnya saya juga berminat untuk mengejar beasiswa pascasarjana dari DIKTI tersebut. terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
to mas arif,,
HapusGreat! tetap dipelihara semangatnya, smga smua cita2 tercapai.
Untuk beasiswa dr DIKTI ini, sy mengamati ada perubahan yang berbeda-beda tiap tahunnya,mas.. Dan belum tahu apakah tahun depan masih ada pembukaan beasiswa ini. Untuk jaga2, di list dulu smua peluang beasiswa yang sekiranya sesuai dgn kondisi Saudara. Dan lagi, satu hal yang ckp penting adalah nilai TOEFL. Hampir smua beasiswa mensyaratkan poin ini. Mulai memenuhi persyaratan2 dari SEKARANG.
Kesempatan datang pada orang yang siap! Good luck! ~,"
zerosugar : Good Luck also for you! ~,~
BalasHapusSalam kenal mba titis, sy wulan..td udh bc tulisan mba..good!
BalasHapusKebetulan sy lg pengin mencoba BU Dikti 2014..mau nanya mba, td kan mba titi bilang,pas abis diumumin "diterima UGM" ga lgsg regist krn nunggu pengumunan BU dulu. Nah semisal, kita udh diumumin "diterima" di UGM,tp trnyata ga lolos BU, itu kita regist pake uang sendiri & kuliah dg beasiswa sendiri,atau regist regulernya udh tutup sbelum pengumuman BU,mba?
Mohon infonya..makasih sebelumnya :)
*maksudnya regist pake biaya sendiri & kuliah jg pake biaya sendiri..
BalasHapus